TIFFANEWS.CO.ID.- Membawa semangat pelestarian budaya Papua, Titus Pekei, penggagas Noken sebagai warisan budaya takbenda, bertemu Menteri Kebudayaan Fadli Zon di Jakarta, Jumat (25/07/2025).
Dalam pertemuan tersebut, Titus menyerahkan tiga buku hasil karyanya yang mengangkat tema Noken: Cermin Noken Papua, Filosofi Noken, dan Pengembangan Muatan Lokal Noken Papua.
Titus hadir mewakili Yayasan Noken Papua, yang selama ini aktif dalam pelestarian dan edukasi Noken sebagai warisan budaya takbenda khas Papua.
Buku Cermin Noken Papua berisi refleksi budaya dan pemahaman atas keterhubungan antara manusia, alam semesta, dan tujuh wilayah adat di Tanah Papua. Sementara Pengembangan Muatan Lokal Noken Papua dirancang sebagai materi ajar untuk jenjang PAUD hingga SMA/SMK.
Adapun Filosofi Noken menggali nilai-nilai luhur di balik anyaman Noken sebagai ekspresi budaya para perajin perempuanibu-ibu dan mama-mama Papua, juga komunitas Bapak-Bapak Noken Anggrek Papua.
Dalam kesempatan itu, Titus menyampaikan kebutuhan akan pendidikan berbasis kearifan lokal di sekolah dengan mengedepankan nilai-nilai Noken.
Menurutnya, pendidikan noken ini penting bagi generasi muda tidak hanya sebatas memahami proses pembuatan Noken, tetapi juga mewarisi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
“Salah satu nilai utama dari Noken adalah menjaga kelestarian alam. Ini sangat relevan dengan isu-isu global seperti perubahan iklim dan pemanasan global,” ujar Titus.
Titus juga menyampaikan agar pemerintah memberi dukungan konkret terhadap komunitas-komunitas Noken agar pelestarian warisan budaya ini tetap kontekstual dan berkelanjutan di tengah tantangan zaman.
Selain aktif menulis, Titus saat ini tengah menyusun disertasi akademik tentang Noken. Bersama Yayasan Noken Papua, ia juga mengelola situs sekolahnoken.com sebagai sarana diseminasi informasi, literasi budaya, dan pendidikan.
“Ke depan, kami tidak hanya mengelola website, tetapi juga akan membangun sekolah berbasis komunitas Noken di Papua,” katanya.
Komunitas perajin budaya Noken Papua tersebar di tujuh wilayah adat, yakni:1) Mamta–Tabi (Jayapura, Arso, Sarmi, dan sekitarnya), 2) Saireri (Biak, Yapen, Waropen, pesisir Nabire, dan sekitarnya), 3) Domberai (Manokwari, Sorong, Raja Ampat, dan sekitarnya), 4) Bomberai (Fakfak, Kaimana, dan sekitarnya), 5) Anim-Ha (Merauke, Boven Digoel, Mappi, Asmat, dan sekitarnya), 6) La-Pago (Oksibil, Wamena, Nduga, Puncak Jaya, dan sekitarnya), dan 7) Me-Pago (Mimika, Intan Jaya, Paniai, Deiyai, Dogiyai, Topo, Nabire, dan sekitarnya) (*)