TIFFANEWS.CO.ID – Suasana di Kampung Toray, Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Papua Selatan, beberapa waktu lalu terasa berbeda. Tidak ada bilik suara, tidak ada kotak suara yang dihitung. Hanya ketulusan warga yang datang satu per satu mengetuk pintu rumah David Awaniter, pria kelahiran Merauke, 8 Desember 1975, untuk memintanya memimpin sebagai Ketua Adat.
“Bukan keinginan saya, ini murni permintaan masyarakat. Mereka datang beberapa kali ke rumah dan meminta saya menjadi Ketua Adat,” tutur David pelan, seakan masih tak percaya dengan amanah besar yang kini ia emban.
Bagi warga Toray, Kabupaten Merauke ini, penunjukan David lahir dari harapan. Mereka merindukan kepemimpinan adat yang mampu menyalakan kembali api budaya suku Yeinan, tradisi yang kian memudar. Karena itu, mereka bersepakat menunjuk David, sosok yang diyakini bisa menghidupkan kembali warisan leluhur.
“Mereka ingin saya bersama-sama dengan mereka membangkitkan kembali budaya suku Yeinan,” ujarnya dengan mata berbinar.
Meski demikian, David sempat ragu. Ia adalah seorang prajurit TNI AD, dan tanggung jawabnya di kesatuan masih harus dijalankan. “Saya masih harus menanyakan kepada pimpinan apakah boleh merangkap sebagai Ketua Adat. Kalau memang ada aturan yang melarang, saya akan patuhi,” tegasnya.
Suku Yeinan sendiri menaungi tujuh kampung: Po, Erambu, Toray, Kuel, Tanas, Bupul, dan Baiduk. Biasanya, pengukuhan ketua adat dihadiri masyarakat dari semua kampung. Namun kali ini, prosesi berlangsung sederhana di Toray. Pengukuhan resmi rencananya akan mengundang para ketua adat dari kampung lain.
Dalam prosesi penyambutan Ketua Adat baru, warga Toray menampilkan Tarian Si, tarian khas suku Yeinan yang bukan sekadar hiburan, tetapi simbol penghormatan sekaligus sukacita atas hadirnya pemimpin baru.
David mengenang masa kecilnya, ketika ia sering mendengar kisah orang tua tentang kesederhanaan hidup. “Dulu sebelum ada alat musik modern, orang tua melakukan penyembahan dengan doa dan lagu adat. Kalau mau berburu, sore hari mereka sudah siapkan diri dengan doa dan ritual. Semua kegiatan selalu diawali doa, dan diakhiri doa juga,” kenangnya.
Namun kini, tradisi itu perlahan memudar. Generasi muda menganggap rumah adat dan cara hidup lama sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman. Padahal, menurut David, orang tua dulu hidup sehat dan panjang umur. Ayahnya sendiri mencapai usia 119 tahun dengan tubuh tetap kuat.
“Rahasia mereka sederhana. Pola hidup bersih, tidak makan makanan pantangan, dan selalu menjaga aturan adat,” ungkapnya sambil tersenyum.
Ia juga menyinggung tentang lagu-lagu sakral yang dimiliki masing-masing suku. “Kami di Yeinan punya lagu sakral yang tidak diketahui orang Marind atau Kanum. Begitu juga sebaliknya. Mungkin ada satu-dua orang yang tahu, tapi itu sangat jarang,” ujarnya.
Kini, setelah dipercaya menjadi Ketua Adat, David merasa tugas terbesarnya adalah memastikan budaya Yeinan tetap hidup. “Harapan saya setelah dilantik nanti adalah menghidupkan kembali budaya yang lama tidak diangkat, bahkan hampir hilang,” ucapnya penuh tekad.
David sadar, zaman telah berubah. Anak-anak muda punya dunia, gaya, dan bahasa mereka sendiri. Namun ia yakin, modernisasi tidak boleh menghapus nilai-nilai adat.
“Kita bisa ikut perkembangan, tapi adat harus tetap dijaga,” pungkasnya. (JW)