TIFFANEWS.CO.ID – Tim dosen Universitas Musamus (UNMUS) Merauke bersama mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) menggelar pelatihan produksi mie sagu bagi kelompok usaha “Sayei”, yang merupakan masyarakat asli Suku Yei di wilayah perbatasan selatan Papua, Selasa (09/09/2025).
Kegiatan ini melibatkan dosen UNMUS, Cici Girik Allo, S.E., M.Ak, Romualdus T. Putra Maro Djanggo, S.E., M.Si, dan Ni Luh Putu Nita Yulianti, S.E., M.M. Agenda tersebut merupakan bagian dari program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) yang berfokus pada pengolahan produk berbahan dasar sagu, pengemasan, pemasaran digital, manajemen usaha, hingga pengelolaan keuangan.
Ketua tim PKM, Cici Girik Allo, S.E., M.Ak menjelaskan tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam pemberdayaan dan pengelolaan produk lokal.
“Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat, khususnya kelompok usaha Sayei, dalam melihat peluang pemberdayaan produk lokal. Tepung sagu dapat diolah menjadi produk yang memiliki nilai tambah,” jelasnya.

Ia menambahkan, pelatihan juga membekali peserta dengan pengetahuan tentang kemasan yang menarik, strategi pemasaran berbasis digital agar produk lebih dikenal luas, serta kemampuan mengelola usaha untuk jangka panjang, termasuk pengelolaan keuangan.
Inovasi pengolahan sagu menjadi mie sagu dinilai mampu membuka peluang usaha baru sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat perbatasan. Kelompok usaha kecil seperti Sayei mendapat manfaat berupa tambahan pendapatan, keterampilan baru, dan akses pasar yang lebih luas.
Lebih lanjut, Cici Girik Allo menyebutkan bahwa langkah ini sejalan dengan Rencana Riset dan Inovasi Nasional (RRIN) yang menempatkan ketahanan pangan sebagai prioritas strategis.
“Lebih dari itu, langkah ini sejalan dengan arah RRIN yang menjadikan sagu sebagai bagian dari diversifikasi pangan nasional,” ungkapnya.
Melalui program ini, masyarakat asli Papua Selatan tidak hanya memperkuat kemandirian lokal, tetapi juga mendukung tercapainya ketahanan pangan Indonesia secara berkelanjutan.
Antusiasme peserta pelatihan juga terlihat jelas. Salah satu peserta, Mama Sarah, menyampaikan bahwa kegiatan ini sangat bermanfaat bagi kelompok usaha mereka.
“Pelatihan ini sangat penting dan dibutuhkan, khususnya dalam memberikan ide-ide baru agar produk bisa terus dikembangkan,” ucap Mama Sarah.
“Kami sangat bersyukur bisa menjadi mitra sasaran dalam kegiatan ini. Kami akan terus berusaha, mencoba, dan tidak berhenti belajar agar mampu menghasilkan produk mie sagu yang berkualitas. Harapannya, produk ini bisa menjadi kebanggaan lokal dan memberi nilai tambah bagi masyarakat Papua yang menjadikan sagu sebagai makanan pokok,” tambahnya.
Tim pengabdian menegaskan bahwa sagu bukan sekadar makanan tradisional, melainkan identitas, simbol budaya, sekaligus sumber kehidupan masyarakat Papua Selatan.
Kegiatan ini didanai oleh Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian Masyarakat (DRTPM) Ditjen Diktisaintek melalui hibah pengabdian masyarakat dengan skema pemberdayaan kemitraan masyarakat.
(Djo)