TIFFA NEWSTIFFA NEWS
  • HOME
  • BERITA
  • OLAHRAGA
  • KAMTIBMAS
  • POLITIK
  • PPS
  • NUSANTARA
  • GALERI
  • OPINI
  • OTHERS
    • PUSTAKA
    • BUDAYA
    • EKONOMI
    • HANKAM
    • HAM
    • JEJAK
    • GAYA HIDUP
    • INTAN JAYA
    • SOSOK
Search
Reading: Luka yang Terbuka : Analisis Kritis Proyek Strategis Nasional Merauke
Share
TIFFA NEWSTIFFA NEWS
Search
  • HOME
  • BERITA
  • OLAHRAGA
  • KAMTIBMAS
  • POLITIK
  • PPS
  • NUSANTARA
  • GALERI
  • OPINI
  • OTHERS
    • PUSTAKA
    • BUDAYA
    • EKONOMI
    • HANKAM
    • HAM
    • JEJAK
    • GAYA HIDUP
    • INTAN JAYA
    • SOSOK
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2022 RAKA for Tiffa Company. All Rights Reserved.
TIFFA NEWS > News > BERITA > Luka yang Terbuka : Analisis Kritis Proyek Strategis Nasional Merauke
BERITAOPINI

Luka yang Terbuka : Analisis Kritis Proyek Strategis Nasional Merauke

Last updated: 18/10/2025 - 14:17
By Ronny Tiffa News
Share
Yohanis Elia Sugianto.
SHARE

Oleh : Yohanis Elia Sugianto

Sebuah narasi optimistis yang beredar baru-baru ini memuji keputusan pemerintah yang diasumsikan telah mencabut status Proyek Strategis Nasional (PSN) dari Kawasan Pengembangan Pangan dan Energi Merauke. Keputusan tersebut dipandang sebagai sebuah “lompatan maju menuju konsepsi kesejahteraan yang holistik dan berkelanjutan.” Namun, analisis kritis terhadap dokumen kebijakan yang ada justru menyingkap sebuah realitas yang bertolak belakang. Luka sosial-ekologis yang diklaim telah terhindar, pada kenyataannya, justru sedang dilembagakan dan dibuka secara sistematis oleh negara.

Kontras paling tajam termanifestasi dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) Nomor 16 Tahun 2025. Jauh dari membatalkan, regulasi ini secara definitif mengukuhkan proyek tersebut. Pada bagian lampiran, tercantum entri nomor 23: “Program Swasembada Pangan, Energi, dan Air Nasional Merauke, Mappi, Asmat, dan Boven Digoel” (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2025). Dokumen ini tidak hanya menafikan narasi pembatalan, tetapi juga menjadi landasan yuridis bagi kelanjutan sebuah model pembangunan ekstraktif yang sarat masalah. Ini bukanlah sebuah otokritik kebijakan, melainkan penegasan atas ketergantungan pada jalur (path dependency) yang telah terbukti destruktif.

PSN yang berjalan saat ini bukanlah sebuah inovasi, melainkan iterasi terbaru dari logika pembangunan yang akarnya dapat dilacak hingga proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) yang diluncurkan pada 2011 (Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2022). MIFEE, dengan rencana pengelolaan lahan lebih dari satu juta hektar, berakhir dengan kegagalan multidimensional. Secara ekologis, proyek ini dituding bertanggung jawab atas kerusakan 1,4 juta hektar hutan dan lahan gambut (Society of Indonesian Environmental Journalists, 2025). Secara sosial, MIFEE secara sistematis melanggar hak-hak masyarakat adat Marind, merampas akses mereka terhadap hutan yang menjadi sumber pangan, spiritualitas, dan penghidupan (Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2022). Skala pelanggaran ini bahkan menarik perhatian Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial PBB (Down to Earth, 2011).

PSN saat ini, dengan fokus pada konversi lahan skala besar untuk tebu dan padi, secara esensial mengulangi cetak biru MIFEE yang gagal. Ini adalah manifestasi dari apa yang disebut James C. Scott sebagai “melihat seperti negara” (seeing like a state): kecenderungan negara untuk menyederhanakan realitas sosial-ekologis yang kompleks menjadi peta yang dapat dikelola dari pusat. Dengan mengabaikan bukti kegagalan yang melimpah, negara menunjukkan kebutaan ideologis yang tertanam dalam aparatusnya.

Trending Now:  Dinas PMK Kota Jayapura Sambut Baik Rencana Pembentukan GTMA Port Numbay

Proyek ini terus berjalan melalui mekanisme kekuasaan yang beroperasi lewat kerangka regulasi formal dan hubungan simbiosis antara negara dengan aktor korporasi. Status PSN yang diberikan oleh Permenko No. 16 Tahun 2025 berfungsi sebagai instrumen untuk mengurangi risiko investasi (de-risking) bagi korporasi, dengan memberikan berbagai kemudahan mulai dari percepatan perizinan hingga fasilitas pengadaan lahan (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2025a).

Hubungan erat ini terungkap dalam korespondensi resmi antara Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dengan PT Global Papua Abadi (GPA), salah satu korporasi pelaksana utama. Surat-surat tersebut menunjukkan peran aktif negara sebagai fasilitator yang bertugas “memastikan kelancaran kegiatan” dan meminta laporan progres secara berkala (Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, 2025a, 2025b). PT GPA, yang kantor pusatnya berada di Jakarta, telah menjadi tuan rumah bagi kunjungan pejabat tinggi negara, termasuk Presiden dan Wakil Presiden, di lokasi proyeknya (Global Papua Abadi, 2024).

Citra resmi sebagai mitra strategis ini sangat kontras dengan realitas di lapangan. Laporan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua mendokumentasikan bagaimana operasi PT GPA telah memicu konflik lahan dengan 75 keluarga di Kampung Soa, Distrik Tanah Miring. Aktivitas pembukaan lahan oleh perusahaan dituding telah menghancurkan sumber penghidupan masyarakat adat dan menyebabkan bencana ekologis lokal berupa banjir (Tempo Witness, 2025). Kasus ini mengilustrasikan bagaimana status PSN menempatkan kepentingan proyek di atas hak-hak masyarakat dan kelestarian lingkungan, menciptakan sebuah model “akumulasi melalui perampasan” (accumulation by dispossession) yang disponsori oleh negara.

Kritik terhadap PSN Merauke menemukan basis empirisnya dalam data kuantitatif. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan pada 18 September 2025, pemerintah telah menyetujui pelepasan kawasan hutan seluas 486.939 hektar di Provinsi Papua Selatan untuk mengakomodasi PSN ini (Zaki, 2025). Angka ini setara dengan lebih dari tujuh kali luas wilayah DKI Jakarta, dengan rincian 333.966 hektar di Merauke, 143.142 hektar di Boven Digoel, dan 9.731 hektar di Mappi.

Yang lebih mengkhawatirkan, kebijakan ini secara langsung bertentangan dengan komitmen konservasi pemerintah sendiri. Sebuah kajian mengungkapkan bahwa sekitar 145.644 hektar dari areal perizinan Grup GPA tumpang tindih dengan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB) atau kawasan moratorium hutan (Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, 2024). Ini menunjukkan adanya “deforestasi terencana” (Lahay, 2024), di mana negara secara sadar mengorbankan salah satu benteng terakhir hutan hujan tropis di Indonesia. Konsekuensinya sangat jelas: peningkatan emisi gas rumah kaca, hilangnya habitat bagi keanekaragaman hayati endemik seperti kanguru pohon dan cendrawasih, serta kerusakan ekosistem yang tak tergantikan.

Trending Now:  Rakernas PTMSI 2023 Digelar di Merauke, Papua Selatan

Di balik angka-angka tersebut, terdapat biaya manusia yang nyata. Kasus 75 keluarga di Kampung Soa adalah puncak gunung es dari ancaman eksistensial bagi masyarakat adat di seluruh wilayah konsesi, terutama suku Marind dan Yei. Bagi mereka, konversi hutan menjadi perkebunan monokultur adalah bentuk perampasan tanah (land grabbing) yang tidak hanya merenggut aset ekonomi, tetapi juga menghancurkan sistem pangan lokal, pengetahuan adat, dan identitas budaya yang telah terbangun selama berabad-abad (Lahay, 2024; Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2022).

Pemerintah secara konsisten membingkai PSN Merauke sebagai upaya mulia untuk mencapai swasembada pangan dan energi (Aditya & Damarjati, 2025; Hasan, 2025), bahkan secara spesifik untuk menjadi lumbung pemasok bagi program “Makan Bergizi Gratis” (MBG) (Catriana & Ika, 2025; Oswaldo, 2025). Dalam kerangka ini, “kesejahteraan” didefinisikan secara sempit sebagai ketersediaan komoditas material di tingkat nasional.

Namun, jika dianalisis menggunakan pendekatan kapabilitas (capabilities approach) Amartya Sen, definisi kesejahteraan ini sangat problematis. Pembangunan sejati adalah tentang perluasan kebebasan dan kapabilitas manusia untuk menjalani kehidupan yang mereka hargai. PSN Merauke, alih-alih memperluas, justru secara aktif menghancurkan kapabilitas fundamental masyarakat lokal: kapabilitas untuk hidup dalam lingkungan yang sehat, mempraktikkan budaya yang terikat pada tanah leluhur, dan menentukan nasib sendiri.

Pola ini menyingkap sebuah model “pembangunan sacrificial” (sacrificial development), di mana wilayah pinggiran dan populasinya dikorbankan demi kepentingan pusat. Kesejahteraan holistik masyarakat adat dikorbankan demi sebuah konsepsi kemajuan nasional yang sempit dan materialistis, merefleksikan hubungan neo-kolonial internal di dalam negara-bangsa Indonesia.

Analisis berbasis bukti memaksa kita untuk membalikkan kesimpulan optimistis yang beredar. Kebijakan ini bukanlah demonstrasi “kepemimpinan yang visioner”, melainkan manifestasi dari kekuatan “ketergantungan pada jalur” yang mengakar kuat. Ia menunjukkan betapa sulitnya birokrasi negara untuk berbelok dari model pembangunan yang, meskipun terbukti gagal bagi masyarakat dan lingkungan, terus melayani kepentingan ekonomi dan politik yang kuat. Masa depan Papua Selatan yang cerah hanya dapat tercapai melalui penolakan radikal terhadap model PSN yang dipaksakan saat ini. Ia menuntut paradigma pembangunan baru yang didasarkan pada keadilan ekologis, kedaulatan masyarakat adat, dan definisi kesejahteraan yang berakar pada martabat manusia. Luka yang dikira telah terhindar, pada kenyataannya, tidak pernah tertutup. Ia baru saja mulai terbuka.

Trending Now:  Alumni Unika Atma Jaya Jakarta Dukung Ekonomi Hijau

 

Daftar Pustaka

Aditya, N. R., & Damarjati, D. (2025, 27 Agustus). Wanam Merauke jadi proyek strategis nasional untuk pangan dan industri. Kompas.com.    

Catriana, E., & Ika, A. (2025, 16 September). Pembangunan kawasan swasembada pangan di Merauke dikebut demi dorong program MBG. Kompas.com.    

Down to Earth. (2011, November). MIFEE: Permohonan kepada CERD dari 27 organisasi sipil. DTE 89-90.    

Global Papua Abadi. (2024a, 23 Juli). Penanaman tebu perdana, Presiden: Pemerintah fokus kembangkan ketahanan pangan.    

Global Papua Abadi. (2024b, 4 Juni). Kunjungan wakil presiden ke perkebunan tebu PT. Global Papua Abadi.    

Hasan, Z. (2025, 16 September). Pemerintah bakal bangun kawasan swasembada pangan di Merauke. Kumparan.    

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. (2025a). Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2025.    

Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. (2025a, 9 Oktober). Surat kepada Direktur Utama PT Global Papua Abadi, No. T/R.KPPIP/39/D.V.M.EKON.KPPIP/10/2025. [Image 2]

Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. (2025b, 25 Oktober). Surat kepada Direktur PT Global Papua Abadi, No. T/R.KPPIP/105/D.VI.M.EKON.KPPIP/10/2024. [Image 1]

Lahay, S. (2024, 23 Mei). Kebun tebu datang, jutaan hektar hutan Papua akan hilang. Benua.id.    

Lahay, S. (2024, 24 Oktober). Food estate di Papua: Ketahanan pangan atau kehancuran alam? Benua.id.    

Oswaldo, I. G. (2025, 16 September). Lahan Jawa menyusut, pemerintah lirik Merauke untuk pasok program MBG. DetikFinance.    

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. (2022). Prospek program food estate Merauke: Belajar dari kegagalan masa lalu. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 40(2), 125-142.    

Society of Indonesian Environmental Journalists. (2025, 15 Januari). Dampak lingkungan dan sosial food estate Merauke. Ekuatorial.    

Tempo Witness. (2025, 28 Mei). PT Global Papua Abadi asked to stop activities in Soa village.    

Yayasan Pusaka Bentala Rakyat. (2024, 2 Agustus). Proyek strategis nasional pengembangan pangan dan energi Merauke berpotensi melanggar hak asasi manusia dan memperparah krisis ekologi.    

Zaki, M. F. (2025, 16 Oktober). Lepas kawasan hutan hampir 500 ribu hektare demi PSN, ini kata Kemenhut. Tempo.co.    

You Might Also Like

Gubernur Papua Selatan Kunjungi Kali Kao, Warga Sampaikan Banyak Keluhan Infrastruktur

Flobamora, Identitas, dan Kuasa: Refleksi atas Terpilihnya Paskalis Imadawa sebagai Ketua IKF Papua Selatan

Menarik ! Begini Cara Gubernur Papsel Jaga Kebugaran dan Dekati Dunia Usaha

Ingatkan ASN Soal Disiplin dan Loyalitas, Sekda Papsel : Bencilah Malasmu, Bukan Orangnya !

Ronny Tiffa News 18/10/2025
Share this Article
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Telegram Email Print
What do you think?
Love0
Sad0
Happy0
Sleepy0
Angry0
Dead0
Wink0
Previous Article Flobamora, Identitas, dan Kuasa: Refleksi atas Terpilihnya Paskalis Imadawa sebagai Ketua IKF Papua Selatan
Next Article Gubernur Papua Selatan Kunjungi Kali Kao, Warga Sampaikan Banyak Keluhan Infrastruktur
Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow US

Find US on Social Medias
Facebook Like
Twitter Follow
Youtube Subscribe
Telegram Follow
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
newsletter featurednewsletter featured

Weekly Newsletter

Kirim Email Anda agar bisa kami infokan berita pilihan terpopuler

Popular News
BUDAYAOPINIPPS

Tanah Adat di Papua Selatan: Antara Ekspansi Korporasi dan Panggilan Keadilan Filosofis

By Ronny Tiffa News 6 days ago
Selamat Bertugas Sekretaris Daerah Provinsi Papua Selatan
Ferdinandus Kainakaimu, Fajar Harapan Birokrasi di Papua Selatan*
Kasus Korupsi Dana PAUD Papua Selatan, Polisi Dalami Kemungkinan Tersangka Baru
Gubernur Papua Selatan Minta Jaringan Internet BAKTI di Mappi Disambung ke Merauke

SUARNEWS.COM

about us

We influence 20 million users and is the number one business and technology news network on the planet.

  • BERITA
  • PON XX 2021
  • GALERI
  • KAMTIBMAS
  • NUSANTARA
  • PUSTAKA
  • GAYA HIDUP
  • JEJAK
  • SUARNEWS
  • INTAN JAYA
  • Susunan Redaksi
  • Tentang Kami
  • Contact
  • Privacy Policy
  • Disclaimer

Find Us on Socials

© TIFFANews Network. RAKA GENDIS.id Company. All Rights Reserved. Suar News

Removed from reading list

Undo
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?