TIFFANEWS.CO.ID — Kabupaten Merauke bergetar oleh gelombang amarah dan duka. Ratusan warga dari berbagai lapisan masyarakat memadati ruas jalan utama sambil membawa poster dan lilin, menuntut keadilan atas pembunuhan tragis terhadap seorang anak disabilitas perempuan berusia 11 tahun, berinisial JRR, yang ditemukan tewas di semak-semak kawasan Jalan Ternate, Senin (27/10/2025) lalu.
Aksi solidaritas ini berlangsung spontan sejak sore hari, sesaat setelah kabar penemuan jasad korban menyebar di media sosial. Warga datang dari berbagai penjuru Merauke, mengenakan pakaian hitam sebagai simbol duka dan kemarahan.
Di depan Kantor Bupati Merauke pada Selasa (28/7/2025) massa menggelar doa bersama dan menyalakan lilin. Teriakan “Hentikan Kebiadaban!” dan “Tangkap Pelaku!” menggema di udara, menandai puncak amarah masyarakat yang menilai kekerasan di Merauke sudah melampaui batas kemanusiaan.

“Kami Tidak Akan Diam Lagi!”
Dalam orasinya, Ady Muslimin, perwakilan Forum Kota Kita (Forkota), menyerukan agar pemerintah segera bertindak tegas menutup peredaran minuman keras (miras) yang disebut sebagai biang kekerasan di Merauke.
“Kita sudah terlalu sering menjadi korban. Ditabrak orang mabuk, dibacok orang mabuk, sekarang anak kecil disabilitas dibunuh! Pemerintah hanya beralasan, tapi tidak memadamkan api yang sebenarnya — api itu ada di miras!” seru Ady di tengah lautan warga yang bertepuk tangan dan menitikkan air mata.
Ia menegaskan, jika pemerintah terus diam, masyarakat siap mengambil sikap sendiri untuk menghentikan peredaran miras.
“Kalau negara tidak hadir, kami yang akan menutup sendiri. Kami sudah muak menjadi korban!” tambahnya lantang.
Wakil Bupati Turun Tangan: “Hukum Pelaku Seberat-beratnya!”
Sementara itu, Wakil Bupati Merauke, Fauzun Nihayah, turut hadir menyampaikan empati dan kecaman keras.
“Kami mengutuk keras kejadian ini. Ini bukan sekadar tindak kriminal, tapi tindakan biadab terhadap kemanusiaan. Kami mendesak aparat segera menangkap pelaku dan menghukum seberat-beratnya,” tegasnya.
Gelombang Duka dan Seruan Perubahan
Aksi solidaritas yang berlangsung hingga malam hari itu ditutup dengan doa lintas agama dan pembacaan komitmen bersama masyarakat Merauke untuk menolak kekerasan dan menuntut pengawasan ketat terhadap peredaran miras.
Bagi warga Merauke, peristiwa ini bukan hanya tentang hilangnya nyawa seorang anak kecil, tetapi cermin kegagalan moral dan lemahnya perlindungan sosial di kota perbatasan ini. (***)




