TIFFANEWS.CO.ID,- Orang muda di Indonesia terlibat aktif dalam perubahan-perubahan besar seperti ketika awal revolusi, kejatuhan rezim Sukarno dan Suharto hingga pergolakan politik lainnya. Tidak terkecuali yang dialami oleh kaum muda adat, identitas kolektif terbentuk di kampung halaman (wilayah adat) mereka yang diwariskan secara turun-temurun. Dengan nilai-nilai dan pengetahuan lokal (local knowledge) yang diturunkan dari generasi ke generasi, kaum muda adat berperan penting untuk melestarikannya.
Hal ini yang mulai dilakukan oleh banyak generasi muda adat seperti yang terjadi di Kasepuhan Pasir Eurih, Lebak. Nina Nuraina dari Forum KAWAL, bercerita soal upaya pelestarian pengetahuan lokal salah satunya lewat pewarisan.
“Beberapa pewarisan nilai-nilai adat dilakukan melalui bercerita soal proses bertani atau rukun tujuh, Kelas Kasepuhan yang mempelajari tradisi lokal kasepuhan, dan praktik langsung”, kata Nina.
Nengkabau Sunting, perwakilan Orang Rimba, juga menebalkan soal upaya mewariskan adat istiadat di komunitas Orang Rimba. Media cetak berupa modul dibuat oleh pemuda adat Orang Rimba untuk menginventarisasi dan menyebarkan pengetahuan lokalnya.
“Modul itu berisi pengetahuan, tradisi, dan informasi yang sumber informasinya dari wawancara rerayo (tetua kampung),” katanya.
Upaya-upaya yang dilakukan para kaum muda adat ini merupakan cara untuk menjaga dari ancaman seperti modernisasi, korporasi, krisis iklim, dan hilangnya wilayah adat.
Ancaman yang paling terasa dipaparkan oleh Yohana Awom perwakilan BPAN yang merupakan bagian dari komunitas adat di Sorong, Papua Barat Daya.
“Masyarakat adat saat ini menghadapi tantangan besar seperti ancaman kehilangan hutan dan tanah”, kata Yohana.
Selain Yohana, Nengkabau Sunting pun menceritakan ancaman yang dihadapi oleh komunitas Orang Rimba. Beberapa waktu lalu sempat terjadi konflik antara Orang Rimba dengan perusahaan.
Keberadaan perusahaan dan munculnya kampung baru membuat mereka seperti tersingkirkan dari wilayahnya. Adat melangun (pindah tempat tinggal ketika ada kerabat yang meninggal) semakin sulit dilakukan di daerah Bukit Duabelas, Jambi. Menurut Nengkabau, Orang Rimba diusir dari wilayahnya karena ada lahan sawit atau perkampungan.
Selain itu, Nengkabau Sunting bercerita soal rusaknya sungai di Bukit Duabelas, Jambi. Ini terjadi karena adanya pencemaran ke sungai.
“Padahal Orang Rimba (sebelumnya) tidak mengenal kebiasaan memasak air, jadi kita langsung meminumnya”, tandas Nengkabau. Sehingga saat ini tidak jarang Orang Rimba akan mencret ketika langsung meminum air sungai karena sudah tercemar.
Selain ancaman, kaum muda adat punya tantangan yang dihadapi saat ini. Nina Nuraina mengatakan tantangan yang saat ini dihadapi oleh komunitas Kasepuhan Pasir Eurih.
“Pengaruh globalisasi dan modernisasi membuat anak muda lebih senang dengan pengetahuan luar ketimbang pengetahuan lokal dan anak mudanya memilih untuk bekerja di luar”, kata Nina.
Dalam Komunitas Orang Rimba, Nengkabau menambahkan soal tantangan yang Orang Rimba hadapi kini. “Kemajuan teknologi membuat orang rimba kecanduan bermain gadget dan ini membuat kemauan anak muda untuk belajar soal adat semakin berkurang”, tambah Nengkabau.
Upaya yang sudah dilakukan oleh kaum muda adat untuk melestarikan dan menjaga wilayah adat memerlukan dukungan penuh salah satunya berupa payung hukum untuk melindunginya yaitu Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat (RUU MA).
Yohana Awom, mengatakan undang-undang masyarakat adat itu sangat penting, agar Masyarakat Adat di nusantara bisa dilindungi hak-haknya dan berlindung di bawahnya. “Kami sudah berjuang sejauh ini, tapi RUU MA tidak kunjung disahkan”, tandas Yohana.
Hal senada juga diutarakan oleh Elisabeth dari Barisan Pemuda Adat Nusantara, karena RUU MA diharapkan bisa meminimalisir dari gangguan berupa kriminalisasi, gesekan dari perusahaan-perusahaan, dan perampasan wilayah adat. Nengkabau Sunting mengungkapkan harapannya soal disahkannya RUU MA.
“Dengan ada RUU MA ini kami berharap bisa mempelajari cara menghadapi dan keluar dari urusan konflik dengan perusahaan, dengan adanya RUU MA kita bisa melindungi masyarakat adat dari desakan perusahaan-perusahan sekitar”, tambah Nengkabau.
Veni Siregar dari Koordinator Koalisi Kawal Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat juga menyampaikan bahwa situasi kekerasan, intimidasi dan konflik yang disampaikan pemuda adat di atas memperkuat situasi genting yang dihadapi oleh Masyarakat Adat. Sementara upaya baik melestarikan alam, mempertahankan budaya, memperkuat pengetahuan terus dilakukan.
Untuk kita Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat bersama Komunitas Adat terus menyuarakan kemendesakan agar DPR RI dan Pemerintah segera mengupayakan lahirnya UU Masyarakat Adat sebagai bentuk pengakuan Negara terhadap keberadaan Masyarakat Adat di Indonesia.” ujarnya.