Oleh Paskalis Kossay
Siapa tidak mengenal sejarah panjang Partai Golkar bahwa partai ini adalah partai besar yang pernah berkuasa cukup lama selama pada jaman orde baru. Partai ini digunakan sebagai alat kekuasaan rejim pemerintahan orde baru jaman Pemerintahan Presiden Soeharto selama 32 tahun.
Selama itu pula Partai ini tidak pernah mengalami pasang-surut , tetap stabil pada posisi hitungan wahid , sehingga sering disebutnya sebagai single majority party. Tidak ada saingan partai lain yang bisa melewati posisinya sebagai single majority party tersebut.
Tetapi memasuki era reformasi, banyak hal yang mengalami perubahan mendasar. Sistem dan struktur bangunan partai mengalami perubahan sejalan dengan dinamika dan tuntutan reformasi. Pada akhirnya partai ini harus segera menyesuaikan diri dengan tuntutan reformasi , sehingga mengalami banyak perubahan mendasar, baik secara konsepsional, struktural , fungsional dan operasional dalam pratek politik berbangsa dan bernegara. Sementara ideologis, partai ini tetap mempertahankan Pancasila sebagai azas tunggal partai.
Tetapi dalam perjalanan kehidupan berpartai pada era reformasi, dinamika internal partai berkembang dinamis dan konstruktif tapi juga menimbulkan prahara politik yang kontraproduktif dengan sistem dan mekanisme pengelolaan partai. Namun demikian partai ini cukup dewasa dan cepat mengelola dinamika prahara tersebut secara demokratis dan kekeluargaan.
Prahara politik 2015 misalnya, secara struktur organisasi , partai ini sempat terbelah menjadi dua kepengurusan . Kepengurusan versi AL dan versi ARB. Masing-masing jalan dengan kepengurusannya dalam satu bangunan partai yang disebut partai golkar. Akhirnya partai ini segera keluar dari prahara dua kubu itu dan bersatu kembali menjadi satu keluarga besar dalam satu rumah melalui mekanisme demokrasi Musyawarah Nasional Luas Biasa ( Munaslub ) Bali 2017.
Kalau dulu jaman orde baru Partai Golkar dipandang orang identik dengan kekuasaan pemerintahan. Namun di era reformasi, Partai Golkar tidak lagi seperti dulu sebagai partai pemerintah, tetapi murni sebagai partai politik yang terbuka dan mandiri, hak dan kewajibannya sejajar sama dengan partai politik lainnya di Indonesia.
Secara fundamental dan konstitusional partai, maka Partai Golkar telah mentransformasikan diri menjadi partai terbuka, nasionalis religius dan demokratis. Senantiasa menghadirkan nilai-nilai demokrasi substansial di dalam tubuh Partai Golkar. Sekaligus menunjukan sebagai pilar demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Wujud dari praktek kehidupan demokrasi yang baik dalam tubuh Partai Golkar, maka sudah beberapa kali Partai Golkar mengalami prahara di dalam internal partai , namun dapat diselesaikan jalan keluarnya secara dewasa dan demokratis. Kali ini Partai Golkar kembali diguncang prahara politik internal dengan isu segera Munaslub menggantikan posisi Ketua Umum Airlangga Hartarto.
Desakan Munaslub semakin kencang disuarakan oleh beberapa kader senior partai. Namun demikian hal ini baru dalam wacana demokrasi bukan dalam tindakan nyata. Tentu pada akhirnya akan bermuara pada mekanisme partai. Secara mekanisme partai, desakan Munaslub tersebut belum memenuhi syarat formal, sehingga sia-sialah dan buang energi serta waktu untuk isu yang kontraproduktif ini.
Karena itu Partai Golkar secara organisatoris tidak akan tergoyah dengan isu Munaslub dalam situasi yang genting ini yang tinggal 6 bulan lagi memasuki pelaksanaan Pemilu 2024. Partai Golkar sudah dewasa dalam mengelola isu-isu seperti ini maka akan segera diselesaikan dalam waktu dekat.
Setelah itu Partai Golkar kembali fokus mempersiapkan seluruh agenda politik menyongsong Pemilu 2024. Semoga (*).