TIFFANEWS.CO.ID — Gubernur Papua Selatan, Dr. Ir. Apolo Safanpo, ST., MT, menyoroti tantangan besar yang dihadapi provinsi termuda di Indonesia dalam mengelola kekayaan alamnya. Dalam Rapat Paripurna DPR Papua Selatan, Selasa (3/6/2025), Apolo menyampaikan bahwa meskipun Papua Selatan diberkahi dengan sumber daya alam yang melimpah dan wilayah geografis yang luas, keberhasilan pembangunan tidak akan ditentukan oleh potensi semata.
“Dengan kondisi geografis yang luas dan kaya sumber daya alam, Papua Selatan memiliki potensi besar untuk berkembang. Tantangannya adalah bagaimana kita mengelola potensi tersebut dengan baik, adil, dan berkelanjutan,” ujar Apolo dalam sambutannya.
Pernyataan ini muncul saat pembukaan Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 yang menjadi langkah awal pembangunan jangka menengah di Papua Selatan. Dokumen strategis ini diharapkan menjadi pedoman utama bagi semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, dunia usaha, hingga masyarakat sipil.
Papua Selatan memiliki kekayaan sumber daya alam yang luar biasa, mulai dari hasil hutan, potensi tambang, hingga kawasan perairan yang subur. Namun menurut Gubernur Dr. Ir. Apolo Safanpo, ST., MT, potensi ini harus dikelola secara “baik, adil, dan berkelanjutan”. Pernyataan ini bukan tanpa alasan. Pengalaman provinsi-provinsi lain di Papua menunjukkan bahwa tanpa kerangka tata kelola yang kuat, kekayaan sumber daya bisa menjadi “kutukan alih-alih berkah”.
Menurut data dari WWF Indonesia, 42% wilayah Papua Selatan masih berupa hutan alam. Namun, tekanan dari ekspansi industri (seperti perkebunan kelapa sawit dan pertambangan) mulai terasa di wilayah-wilayah seperti Merauke dan Boven Digoel. Tanpa perlindungan hukum yang memadai dalam RPJMD dan rencana tata ruang, kawasan-kawasan ini rawan dialihfungsikan secara masif.
Namun, tantangan tersebut tidak hanya sebatas retorika. Kajian valuasi ekonomi yang dilakukan di Kabupaten Asmat menunjukkan bahwa sumber daya alam di wilayah tersebut memiliki nilai ekonomi yang signifikan bagi masyarakat adat. Kolaborasi antara WWF-Indonesia, Pemerintah Kabupaten Asmat, Universitas Musamus Merauke, Yayasan Strategi Konservasi Indonesia, dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara mengungkapkan bahwa sumber daya alam di empat kampung di Asmat tidak tergantikan dan menjadi sumber penghidupan utama bagi masyarakat adat setempat.
Pada 2024 lalu, tepatnya bulan Desember, Pj. Sekretaris Daerah Provinsi Papua Selatan, Drs. Maddaremmeng, pernah menekankan pentingnya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagai bagian integral dari RPJMD.
KLHS bertujuan untuk memastikan bahwa pembangunan daerah tidak hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memperhatikan aspek lingkungan dan sosial.
“Pembangunan berkelanjutan harus menjadi komponen integral dalam penyusunan RPJMD,” ujar Maddaremmeng saat membuka Focus Group Discussion (FGD) II terkait KLHS di Merauke, Desember 2024.
Di 2025 ini, Apolo menegaskan pentingnya sinergi antara eksekutif dan legislatif dalam menyusun dokumen perencanaan ini, serta peran masyarakat dalam mendukung visi bersama menuju Papua Selatan yang lebih maju, berdaya saing, dan sejahtera.
RPJMD disusun mengacu pada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2025 dan merupakan implementasi dari mandat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengharuskan kepala daerah menyusun RPJMD maksimal enam bulan setelah pelantikan.
“Kami optimis, dengan kolaborasi semua pihak dan pijakan yang kuat melalui RPJMD ini, Papua Selatan akan mampu menjawab tantangan dan mengelola potensinya secara inklusif dan berkeadilan,” tutup Apolo.
Rapat yang digelar di Merauke ini dihadiri oleh jajaran DPR Papua Selatan, Forkopimda, Majelis Rakyat Papua Selatan, dan pimpinan OPD. Proses penyusunan RPJMD akan terus melibatkan berbagai pihak untuk memastikan bahwa arah pembangunan lima tahun ke depan benar-benar berpihak pada masyarakat dan selaras dengan kearifan lokal. (Ron)