TIFFANEWS.CO.ID – Dari belantara rawa hingga ruang-ruang birokrasi, dari kampus hingga markas kepolisian, tiga putra terbaik Papua Selatan kini berdiri di panggung sejarah. Mereka adalah Mathius D. Fakhiri, Elisa Kambu, dan Apolo Safanpo. Tiga nama yang kini tidak hanya dikenal di kampung halaman, tetapi juga tercatat sebagai pemimpin tiga provinsi di Tanah Papua.
Bagi masyarakat Papua Selatan, pencapaian ini bukan sekadar catatan politik. Ia adalah bukti bahwa anak-anak negeri bisa berdiri tegak di garis depan pembangunan, menembus batas-batas wilayah, dan membawa semangat perubahan.
Mathius D. Fakhiri – Dari Seragam Polisi ke Kursi Gubernur
Di balik wajah teduhnya, Mathius D. Fakhiri menyimpan kisah panjang tentang disiplin dan pengabdian. Lahir di Ransiki, Manokwari Selatan, pada 6 Januari 1968, ia sejak muda memilih jalan pengabdian lewat seragam cokelat kepolisian.
Kariernya menanjak dari Kapolres Kaimana, Kapolres Jayapura, hingga Wakapolda Papua Barat dan Papua. Tahun 2021, ia mencapai puncak sebagai Kapolda Papua. Namun, di tengah gemerlap karier itu, Mathius memilih langkah berani: pensiun dini pada 2024 demi terjun ke dunia politik.
Keputusan itu tidak sia-sia. Dalam Pilgub Papua 2024 yang penuh dinamika, ia bersama Aryoko Rumaropen meraih kemenangan tipis—hanya 4.134 suara yang memisahkan mereka dari lawan. Kemenangan tipis itu justru menjadi bukti kuatnya dukungan rakyat. Hari ini, Mathius Fakhiri resmi mengemban amanah sebagai Gubernur Terpilih Papua dan sedang melansungkan proses selanjutnya di Mahkamah Konstitusi.
Elisa Kambu – Politisi yang Membangun dengan Hati
Jika Mathius dikenal dengan disiplin ala polisi, maka Elisa Kambu dikenal dengan kesabaran seorang birokrat. Lahir di Ayamaru pada 12 Maret 1964, perjalanan karier Elisa dimulai dari titik sederhana: Sarjana Pendamping Purnawaktu pada 1995. Dari sana, ia melangkah pelan tapi pasti, menjadi Camat Fayit, Sekretaris Daerah Asmat, hingga akhirnya dipercaya rakyat Asmat sebagai Bupati dua periode.
Pengalamannya di birokrasi dan pemerintahan menjadikannya sosok matang, piawai membangun jaringan, sekaligus dekat dengan rakyat. Kini, ia menapaki tangga baru sebagai Gubernur Papua Barat Daya 2024–2029.
Dengan visi “Membangun dengan Hati, Menyatukan dalam Kasih,” Elisa membawa harapan baru: pembangunan yang menyentuh akar, menyatukan perbedaan, dan menghadirkan kesejahteraan yang merata.
Apolo Safanpo – Akademisi yang Turun ke Medan Pengabdian
Berbeda dengan dua rekannya, Apolo Safanpo lahir dari dunia ilmu pengetahuan. Putra Agats, Asmat, kelahiran 24 April 1975 ini pernah menapaki jalur akademis hingga puncaknya: Rektor Universitas Cenderawasih (2017–2022).
Dari kampus, ia melangkah ke ranah birokrasi nasional sebagai Staf Ahli Mendagri, lalu kembali ke tanah kelahiran sebagai Penjabat Gubernur Papua Selatan.
Pada 20 Februari 2025, Apolo akhirnya resmi dilantik sebagai Gubernur Papua Selatan definitif, bersama wakilnya Paskalis Imadawa. Dari ruang kuliah hingga ruang rapat pemerintahan, Apolo tetap membawa satu semangat: membangun tanah Papua dengan ilmu, nalar, dan hati.
Tiga Jalan, Satu Tujuan
Tiga sosok, tiga latar belakang, tiga provinsi. Namun, ada benang merah yang menyatukan Mathius, Elisa, dan Apolo: cinta pada tanah Papua dan tekad membawa masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik.
Mereka adalah bukti bahwa Papua Selatan bukan hanya gudang sumber daya alam, tetapi juga sumber daya manusia yang mampu berdiri sejajar, memimpin, dan menginspirasi.
Kini, harapan rakyat menanti. Dari Merauke hingga Sorong, dari Jayapura hingga Agats, masyarakat menaruh doa agar tiga putra Selatan ini benar-benar mewujudkan janji: Papua yang damai, maju, dan sejahtera.
(Ron)