TIFFANEWS.CO.ID – Aksi damai digelar di depan Gedung Negara, Kantor Gubernur Papua Selatan oleh massa yang menamakan diri Solidaritas Aksi Peduli Pembangunan Provinsi Papua Selatan, Senin (15/9/2025). Dalam aksi tersebut, massa menyampaikan dua tuntutan utama melalui petisi yang dibentangkan.
Pertama, massa meminta dilakukan rekonsiliasi birokrasi Pemerintah Provinsi Papua Selatan dengan melibatkan unsur-unsur adat dari empat kabupaten. Kedua, massa menolak segala bentuk aksi pihak-pihak tertentu yang bersembunyi di balik slogan demokrasi namun justru bertujuan merusak jalannya pembangunan di Papua Selatan.
Juru Bicara Solidaritas, Saleh Sangaji, menegaskan pentingnya rekonsiliasi yang dimediasi kekuatan politik kultur, yakni masyarakat adat.
“Kami ingin pemerintah daerah duduk bersama masyarakat adat di empat kabupaten melalui lembaga adat, untuk merefleksikan perjalanan pembangunan dan menentukan kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat Papua Selatan,” ujarnya.
Saleh juga menolak keras adanya oknum yang menggunakan jargon demokrasi, kekuasaan, maupun kemanusiaan demi kepentingan kelompok tertentu.
“Jika kebijakan sudah berpihak pada kelompok tertentu, rakyatlah yang menjadi korban. Itu yang kami tolak tegas,” tambahnya.
Aksi damai ini turut dihadiri perwakilan adat dari berbagai suku, antara lain Wiyagar, Muyu, Wambon serta Asmat. Massa sepakat mendukung penuh pemerintah daerah dan menolak segala bentuk intervensi yang dapat mengganggu proses pembangunan di Provinsi Papua Selatan.
Salah satu perwakilan massa, David Anok, menegaskan harapan masyarakat adat agar pembangunan berjalan lancar dan berpihak pada rakyat kecil.
“Prinsipnya, kami sangat menghargai demokrasi. Tetapi pembangunan adalah kebutuhan paling mendasar bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena itu, kami mendukung penuh pembangunan di Provinsi Papua Selatan yang bertujuan mengangkat harkat dan martabat masyarakat,” ucapnya.
David juga menekankan perlunya keselarasan antara gubernur dan wakil gubernur dalam melaksanakan program pembangunan.
“Rekonsiliasi yang kami maksud adalah kesatuan persepsi antara gubernur dan wakil gubernur. Artinya, keduanya tidak boleh berjalan sendiri-sendiri karena hal itu bisa menghambat saluran pembangunan. Menurut kami, inilah yang belum selaras sehingga perlu dilakukan rekonsiliasi,” tandasnya.
(Ron)