TIFFANEWS.CO.ID,- Konferensi tingkat tinggi (KTT) negara-negara Melanesia, Melanesian Spearhead Group (MSG) pekan lalu yang dilaksanakan di Port Vila, Vanuatu pada 23-24 Agustus 2023, resmi menolak keanggotaan organisasi pimpinan Benny Wenda, Persatuan Pembebasan Gerakan Papua Barat (ULMWP).
Dalam Pertemuan puncak salah satu bahasan dalam KTT itu memang soal status keanggotaan ULMWP yang selama ini berupaya menjadi anggota tetap.
Selama ini, ULMWP masih berstatus sebagai observer (Pemantau). Sementara itu, Indonesia juga hadir di KTT ini sebagai Associated Member (Anggota Sekutu), tetapi walk out atau keluar sidang saat Benny hendak pidato.
Penolakan ULMWP untuk menjadi anggota MSG tertuang dalam komunike “22nd MSG Leaders Summit, MSG Being Relevant and Influential”.
Terdapat 22 butir hasil pertemuan dalam komunike tersebut. Dalam salah satu poin, butir ke-9 tepatnya, negara MSG menyinggung secara spesifik isu HAM di Papua atau yang mereka sebut sebagai Provinsi Papua Barat.
Meski begitu, negara MSG tetap mengakui kedaulatan RI atas Papua.
“(Negara MSG juga) menegaskan kembali kedaulatan Indonesia atas Papua Barat dan mengakui bahwa para Pemimpin MSG telah membuat pandangan kolektif mereka mengenai masalah ini yang sepenuhnya tercakup dalam Komunike Pacific Islands Forum,” bunyi pernyataan butir 9 poin II.
Sementara itu, pembahasan soal status keanggotaan ULMWP tertuang dalam butir ke 13 dalam komunike tersebut. Berikut 10 poin yang tertuang dalam butir 13 komunike soal penolakan pengajuan keanggotaan ULMWP:
1.Tak Memenuhi Syarat
“Mencatat bahwa ULMWP tak memenuhi kriteria untuk menjadi anggota berdasarkan Perjanjian Pembentukan MSG yang akan menjamin pemberian status keanggotaan,” demikian tertulis dalam dokumen itu.
2.Tak Semua Anggota Sepakat
Anggota MSG meliputi Fiji, Front De Liberational De Nationale Kanak Et Solcialiste (FLNKS), Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu.
Sementara itu, Indonesia menjadi anggota asosiasi MSG sejak 2015, sedangkan ULMWP berstatus observer atau pengamat.
“Mencatat bahwa pengajuan keanggotaan ULMWP tak bisa diterima karena konsensus tak tercapai dari semua anggota,” lanjut dokumen tersebut.
3.Revisi Tak Sesuai
Para pemimpin MSG sepakat bahwa pengajuan ULMWP tak memenuhi kriteria revisi untuk keanggotaan penuh MSG yang tentunya perlu peninjauan kembali perjanjian pembentukan MSG.
4.Tangguhkan Anggota Baru
Para pemimpin menyepakati moratorium atau penangguhan selama satu tahun keanggotaan baru MSG dan mengarahkan untuk lebih menyempurnakan pedoman keanggotaan.
5.Bangun Kerja Sama Dengan RI
Dokumen itu juga memberi mandat kepada sekretariat untuk mencari cara bagaimana MSG bisa membangun kolaborasi yang lebih erat dengan pemerintah Indonesia.
“Dengan memanfaatkan Pengaturan Otonomi Khusus untuk memberi fokus khusus pada pembangunan sosial, ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat Papua Barat dan Provinsi Papua,” demikian dokumen tersebut.
6.Menciptakan Ruang Dialog Dengan Papua
Dokumen itu juga menegaskan sekretariat untuk mengembangkan konsep platform keterlibatan konstruksi seperti dialog tahunan MSG atau Dialog Parlemen Indonesia mengenai perkembangan di Provinsi-provinsi Papua.
“Sejalan dengan keputusan pemimpin untuk menciptakan ruang dialog dengan pemerintah Papua.”
7.Anggota Harus Negara Berdaulat
Memperkuat kembali bahwa keanggotaan MSG harus dibatasi hanya dengan kedaulatan dan negara merdeka dengan pengaturan khusus bagi FLNKS.
8.Surati PIF Agar RI Izinkan PBB Ke Papua
Pernyataan itu juga menyebutkan para pemimpin sepakat untuk meminta ketua MSG menulis surat ke ketua Pacific Islands Forum (PIF) untuk memastikan bahwa kunjungan PBB ke Indonesia dilakukan.
9.Minta RI izinkan PBB Kunjungi Papua
Para pemimpin MSG juga sepakat meminta “anggota asosiasi” mengizinkan kunjungan Komisi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa ke Papua Barat.
Indonesia merupakan anggota asosiasi di organisasi ini.
“Laporan Komisi soal isu HAM di Papua Barat disampaikan untuk pertimbangan KTT MSG berikutnya pada 2024,” lanjutnya.
11.Kunjungi Jakarta bahas situasi Papua
Dokumen itu juga menyatakan para pemimpin melakukan kunjungan ke Paris dan Jakarta mengenai dekolonisasi Prancis atas Kaledonia Baru dan situasi di Papua. (**)