Stunting adalah salah satu masalah gizi serius yang telah lama menghantui masyarakat di Indonesia terkhususnya di Papua Selatan.
Stunting, yang merupakan kondisi terhambatnya pertumbuhan fisik dan kognitif anak akibat kekurangan gizi, terjadi sejak seribu hari pertama kehidupan, bahkan sebelum anak dilahirkan.
Untuk mengatasi masalah ini, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Selatan, dr. Herlina Rahangiar, MARS, memberikan wawancara eksklusif tentang upaya penurunan angka stunting dan langkah-langkah yang telah diambil pada Jumat (13/10).
Stunting dalam Konteks Status Gizi Masyarakat
Stunting bukanlah masalah sepele. Hal ini berkaitan langsung dengan status gizi masyarakat di wilayah Papua Selatan. Kondisi ini dapat berdampak buruk pada pertumbuhan dan perkembangan anak-anak, mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di masa depan.
“Kita harus melakukan intervensi mulai dari hari pertama kehidupan manusia, bahkan seharusnya dari awal kehamilan. Ibu hamil harus mendapatkan perhatian khusus agar mampu memberikan gizi yang baik hingga 2 tahun pertama anak.” Ujar dr. Herlina.
Katanya, Mengapa begitu penting? Karena perkembangan otak anak-anak sudah dimulai sejak awal, dan intervensi yang tepat saat ini dapat menciptakan sumber daya manusia unggul di Papua Selatan.
Langkah-langkah yang Telah Dilakukan
Dalam upaya mengurangi angka stunting, pemerintah Papua Selatan telah mengambil sejumlah langkah konkret. Sebulan lalu, dilakukan penilaian kinerja di empat kabupaten terkait percepatan penurunan stunting di wilayah ini. Setiap kabupaten telah mempresentasikan upaya yang telah mereka lakukan, terutama dalam hal intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
Intervensi gizi spesifik mencakup upaya peningkatan gizi dan kesehatan, sedangkan intervensi gizi sensitif adalah langkah pendukung untuk mengurangi laju stunting, seperti penyediaan air bersih dan sanitasi.
Dalam hal kesehatan, pemerintah telah memantau gizi mulai dari usia remaja, memberikan zat besi bagi anak-anak remaja putri, serta memantau ibu hamil mulai dari posyandu hingga rumah sakit.
Selain itu, berkat kerja sama yang baik dengan berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan sektor lain, upaya penurunan angka stunting menjadi lebih terkoordinasi.
Pendekatan Terpadu dan Harapan untuk Masa Depan
Dr. Herlina menegaskan bahwa pendekatan terpadu yang diterapkan dalam penanganan masalah stunting. Tidak hanya dinas kesehatan yang terlibat, tetapi semua sektor dalam perbaikan gizi masyarakat juga harus ikut serta.
Program penurunan stunting tahun ini, misalnya, melibatkan pemberian makanan tambahan yang disalurkan ke empat kabupaten berdasarkan pelaporan dari dinas kesehatan kabupaten.
Melalui asuhan gizi dan E-PPGBM (Elektronik-Pencacatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) dalam memantau perkembangan gizi masyarakat, pelayanan gizi menjadi lebih individu dan mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif.
Mengakhiri wawancara ini, dr. Herlina Rahangiar, MARS, menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor dan kesadaran bersama dalam mengatasi stunting di Papua Selatan dan komitmen pemerintah untuk menurunkan angka stunting dibawah 14 persen pada 2024 mendatang.
Upaya ini bukan hanya tanggung jawab dinas kesehatan, melainkan seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan dan dengan tindakan bersama ini, harapannya adalah dapat meraih penurunan yang signifikan dalam angka stunting dan menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi anak-anak Papua Selatan. (Ron)