TIFFANEWS.CO.ID – Wakil Gubernur Papua Selatan, Paskalis Imadawa, mendesak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Papua Selatan segera turun tangan mengidentifikasi dan mendata perusahaan-perusahaan baru yang hendak masuk dan beroperasi di wilayah tersebut.
Permintaan itu disampaikan Wagub Paskalis saat menerima audiensi masyarakat adat Suku Auyu di ruang rapat Kantor Gubernur Papua Selatan pada Selasa (17/6/2025). Dalam pertemuan tersebut, masyarakat Auyu menolak kehadiran perusahaan sawit dan tebu yang berencana beroperasi di wilayah adat mereka.
Saat ini, masyarakat melakukan pemalangan di Pelabuhan Banamepe, Kabupaten Mappi, sebagai bentuk penolakan atas kehadiran perusahaan tersebut.
“DPMPTSP harus segera turun ke lapangan. Cek apakah ada kebun plasma, apakah koperasi masyarakat benar-benar ada. Jangan sampai tengkulak dan rentenir lebih dulu masuk,” tegas Paskalis.
Ia menekankan pentingnya pendataan yang transparan dan kooperatif, termasuk memastikan bahwa pihak perusahaan mengetahui adanya penolakan dari masyarakat. Jika perusahaan tetap bersikeras masuk, perlu dicari solusi melalui pendekatan yang melibatkan semua pihak.
“Aspirasi masyarakat, entah disampaikan dengan keras atau halus, harus tetap diterima dan didengar. Ini perjuangan bersama,” ujar Paskalis.
Wagub Paskalis juga menyatakan bahwa dirinya akan menindaklanjuti aspirasi masyarakat, namun tetap menunggu rekomendasi resmi dari Majelis Rakyat Papua Selatan (MRP Papua Selatan) sebagai lembaga representasi Orang Asli Papua (OAP).
“MRP adalah palang pintu terakhir. Jika rekomendasi sudah keluar, saya siap eksekusi.”
Ia menambahkan, persoalan ini juga akan dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua Selatan, dan berpotensi dituangkan dalam Peraturan Daerah Khusus (Perdasus). MRP Papua Selatan juga diharapkan memberikan masukan tajam dalam proses ini, sesuai fungsi proteksi dan pemberdayaan terhadap masyarakat adat.
“Papua punya Otonomi Khusus. Semua harus dimuat dalam Perdasi atau Perdasus agar manusia dan hutan yang tersisa bisa diselamatkan.”
Paskalis mengapresiasi kehadiran masyarakat adat yang datang lengkap dengan atribut budaya seperti mahkota burung cenderawasih—simbol bahwa hutan mereka masih hidup dan harus dijaga.
Di akhir pertemuan, Paskalis menegaskan bahwa pemimpin harus siap “pasang badan” untuk rakyat.
“Tak ada pemimpin yang rela melihat suku bangsanya musnah di depan matanya.”
(Ron)