TIFFANEWS.CO.ID — Pemerintah Provinsi Papua Selatan bersama Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Selatan menggelar diskusi publik membahas Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang Orang Asli Papua (OAP).
Diskusi publik yang mengusung tema “Urgensi Orang Asli Papua dalam Perdasus” itu berlangsung di Swiss-Belhotel Merauke, Sabtu (13/12/2025).
Dalam sambutannya, Gubernur Papua Selatan Apolo Safanpo menjelaskan bahwa sistem dari seluruh produk hukum di suatu negara berlandaskan pada konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Secara hierarkis, di bawahnya terdapat undang-undang.
Ia menjelaskan, setiap undang-undang pada umumnya bersifat sektoral karena hanya mengatur satu bidang tertentu. Misalnya, Undang-Undang TNI hanya mengatur urusan TNI, Undang-Undang Kepolisian hanya mengatur kepolisian, begitu pula undang-undang sektor perikanan, perdagangan, dan sektor lainnya.
“Nah, itu disebut undang-undang sektoral karena hanya mengatur satu sektor saja,” kata Apolo.
Namun, menurutnya, Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua memiliki karakter berbeda dibandingkan undang-undang lainnya. Undang-undang Otsus mengatur berbagai sektor dan bidang secara luas.
“Padahal seharusnya satu undang-undang hanya mengatur satu bidang saja. Ini yang menjadi persoalan, karena sifatnya lebih kepada delegasi kewenangan ke hirarki di bawahnya,” ujarnya.

Ia mencontohkan pasal yang mengatur tentang Majelis Rakyat Papua (MRP). Pada ayat terakhir pasal tersebut disebutkan bahwa ketentuan mengenai kewenangan MRP diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP) atau Perdasus.
“Pasal terakhir itu mendelegasikan pengaturan ke bawah. Kalau hirarkinya PP, itu bagus,” katanya.
Apolo menjelaskan, persoalan muncul ketika terjadi benturan regulasi. Misalnya, ketika pemerintah pusat menerapkan kebijakan di bidang kehutanan di Papua yang berbenturan dengan Undang-Undang Otsus.
“Kalau kita awali dengan Perdasi atau Perdasus, lalu pemerintah pusat datang dengan PP, maka secara hirarki kita kalah. Karena PP kedudukannya lebih tinggi daripada Perdasus,” ujarnya.
Dalam kondisi benturan regulasi tersebut, lanjut Apolo, aturan yang digunakan adalah PP. Oleh karena itu, sebelumnya telah didorong agar seluruh Perdasus di Papua ditingkatkan statusnya menjadi Peraturan Pemerintah.
Dengan demikian, jika terjadi benturan regulasi, maka PP yang merupakan turunan dari undang-undang sektoral memiliki kekuatan hukum yang setara. Jika dua PP dengan hirarki yang sama saling berbenturan, maka yang digunakan adalah asas lex specialis atau aturan yang bersifat khusus.
“Kalau secara hirarki aturannya lebih tinggi, maka sudah tidak bisa dilawan. Karena itu, harus diusulkan agar seluruh Perdasi dan Perdasus di Papua di-upgrade atau ditingkatkan menjadi PP, supaya ketika terjadi benturan regulasi, asas lex specialis bisa berjalan,” pungkasnya. (***)




