Oleh : Syahmuhar Mz. O. Gebze, S.Sos. M.AP (Dosen Ilmu Politik Stisipol Yaleka Maro)
TIFFANEWS.CO.ID – Dinamika menjelang Pemilu Kepala Daerah telah terasa, dengan semakin dekatnya waktu Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah pada bulan November 2024 nantinya.
Di Tanah Papua hal ini telah bergema, Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur telah ramai jadi perbincangan publik, entah formal maupun informal oleh berbagai kelompok masyarakat akar rumput hingga tingkat elit.
Saat ini juga para Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur sudah secara terang benderang untuk menyatakan dirinya siap untuk maju, mendaftarkan dan akan mendaftarkan diri di KPU Provinsi dengan berbagai persyaratan administrasi maupun subtantifnya.
Dalam dinamika pencalonan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur di Tanah Papua ini, tentunya selain diatur dengan ketentuan peraturan Pemilihan Umum, diatur pula dalam ketentuan peraturan Otonomi Khusus Papua.
Yang menariknya adalah Syarat Permohonan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Papua wajib hukumnya mendapatkan rekomendasi dari Majelis Rakyat Papua (MRP), sebagaimana amanat UU Otonomi Khusus Papua, untuk mendalami nilai jiwa dan raga dalam perspektif nilai ke-adat-an dari suku – suku yang berada di daerah administrasi provinsi di Tanah Papua. Provinsi yang telah di mekarkan dalam 6 Provinsi di Tanah Papua yaitu : Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan dan Provinsi Papua Barat Daya.
Tentunya dari semua Provinsi di Tanah Papua yang baru dibentuk, harus siap memenuhi pemenuhan akan pen-definitif-an Pemerintah Provinsi, yang wajib diwujudkan, seperti lembaga KPU provinsi dan lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP), sehingga dari sinilah akan mendefinitifkan Pemerintah Provinsi Papua yang berdaulat untuk kelangsungan pencapaian kesejahteraan rakyat Papua demi martabat dan kewibawaan Negara Kesatuan Repubik Indonesia (NKRI)
Yang menjadi fokus perhatian dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Tanah Papua ini, dan dalam proses pencalonannya harus memiliki rekomendasi dari MRP sebagai Lembaga Kedaulatan Rakyat Papua dalam kerangka NKRI, sebagaimana yang telah diamatkan oleh UU Otonomi Khusus Papua.
Rujukan penilaian MRP dalam merokomendasikan siapa – siapa saja, yang berhak mencalonkan diri menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur di Tanah Papua, yang diamanatkan UU Otsus Papua sebagai berikut :” Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun Ras Melanesia yang terdiri dari suku – suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua (OAP) oleh Masyarakat Papua”.
Dalam konteks aturan diatas, sudah sangat jelas namun konkritisasinya harus ada aturan teknis lanjutan, untuk kemudian dapat menterjemahkan Bahasa aturan yang berbunyi : “dan / atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua (OAP) oleh Masyarakat Papua”.
Hal inilah yang patut dicermati, sehingga tidak menjadi “bola liar”, untuk kemudian dapat dimainkan untuk menistakan nilai afirmatif bagi OAP, dari kelompok – kelompok orang yang tidak bertanggungjawab, baik internal Papua maupun eksternal Papua untuk merusak tatanan kehidupan persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia.
Sehingga benar perkataan Ketua Lembaga Masyarakat Adat Tambrau (LEMATA), yang meminta kepada setiap Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur agar mengecek dan menyeleksi secara baik sebelum pendeklarasian resmi dipemilihan Kepala Daerah ( PILKADA ), hal ini di beritakan dalam Media tribunsorong.com tanggal 5 Mei 2024.
Dengan demikian yang menjadi hal atas mengecek dan meyeleksi serta mengeluarkan rekomendasi untuk dicalonkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur di Tanah Papua, adalah Lembaga MRP yang memiliki kewenangan itu.
Saat berdiskusi informal, antara Ketua MRP Provinsi Papua Selatan dengan beberapa akademisi STIPOL Yaleka Maro Merauke diruang rapat Kampus STISIPOL Yaleka Maro Merauke, tanggal 6 Mei 2024 sekitar jam 16.00 WIT.
Informasi yang disampaikan Ketua MRP Provinsi Papua Selatan bahwa dalam waktu dekat ini, akan ada rapat MRP se Tanah Papua untuk menyatukan persepsi dan mengambil kesepakatan bersama serta memberikan acuan guna langkah – langkah kongkrit dalam pemberian rekomendasi pada Bakal Calon Gubernur dan bakal Calon Wakil Gubernur di Provinsi masing – masing di wilayah Tanah Papua.
Untuk mecalonkan diri sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur di masing – masing Provinsi di Tanah Papua, menurut Ketua MRP Provinsi Papua Selatan, bahwa secara internal Kelembaga MRP Provinsi Papua Selatan akan melakukan kajian mendalam untuk menerjemahkan Bahasa aturan Otsus Papua, dengan nilai – nilai adat yang terkandung di setiap suku yang berada didaerah administrasi Pemerintahan Provinsi Papua Selatan.
Dalam kepentingan merekomendasikan siapa saja yang berhak mencalonkan diri sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur.
Penjelasan dari ketua MRP Provinsi Papua Selatan ditanggapi baik oleh para akademisi saat diskusi informal tersebut dan harapan besar kaum akademisi saat diskusi tersebut, terhadap kajian yang akan dilakukan MRP Provinsi Papua Selatan nantinya patut mencari ahli – ahli dalam bidang Etnografi Papua baik dalam kalangan akademisi maupun dari kalangan masyarakat adat yang memaknai secara detail terhadap pengakuan sebagai OAP khususnya di daerah Selatan Papua.
Tidak berlebihan ketika dapat disampaikan pemetaan konflik dalam kepentingan ini, bisa saja terjadi, ketika ada tidak selaras dengan aturan dan kajian ilmiahnya yang telah dibuat dan yang lebih didominasikan adalah kepentingan – kepentingan praktis dan pramaktis dalam menabrak aturan yang ada, maka penulis ingin menyarankan bahwa aturan teknis atau turunan terkait dengan rekomendasi MRP ini harus final, dan wajib diakomodir dalam satu kepastian hukum sehingga pasti dan detail, tanpa ada perdebatan dalam menafsirkan syarat definisi OAP dalam ketentuan UU Otsus Papua.
Dengan demikian mekanismenya untuk mendapatkan kepastian hukum itu, maka :
Harus Adanya kesepakatan Bersama MRP se Tanah Papua untuk syarat merekomendasikan siapa saja yang berhak mencalonkan diri sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur di Tanah Papua.
Pasca kesepakatan Bersama MRP se Tanah Papua wajib membuat kajian ilmiah terkait penyesuaian dengan adat istiadat yang berada pada wilayah Provinsi maing – masing.
Wajib mempunyai kekuatan hukum tetap, karena kesepakatan dan hasil kajian tidak dapat dijadikan referensi untuk merekomendasikan sesuai amat UU Otsus Papua.
Untuk itu ada turunan aturan ditingkat Provinsi untuk menegaskan hal tersebut, maka bagi Provinsi yang belum memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) yang mempunyai hak untuk menetapkan Peraturan Khusus ( Perdasus ), dengan demikian peraturan PJ Gubernur dapat dijadikan legalitas dalam kepastian hukum guna mengatur syarat dalam pendefinisian OAP yang dijadikan rekomendasi MRP sesuai dengan kesepakatan dan kajian yang telah dibuatkan oleh MRP itu sendiri.
Bagi Provinsi di Tanah Papua yang sudah memiliki DPRP maka mutlak hukumnya untuk menetapkan PERDASUS sebagaimana pengaturan hal yang dimaksud.
Demikian curahan penulis dalam mengambil peran untuk menjaga ketertiban Pemilukada yang akan berlangsung pada level Provinsi di Tanah Papua dan juga meminimalisir potensi konflik yang terjadi, serta nilai afirmatif atau keberpihakkan terhadap Orang Asli Papua (OAP) tetap dijunjung tinggi di atas kepastian hukum tanpa adanya multitafsir. (*)