TIFFA NEWSTIFFA NEWS
  • HOME
  • BERITA
  • OLAHRAGA
  • KAMTIBMAS
  • POLITIK
  • PPS
  • NUSANTARA
  • GALERI
  • OPINI
  • OTHERS
    • PUSTAKA
    • BUDAYA
    • EKONOMI
    • HANKAM
    • HAM
    • JEJAK
    • GAYA HIDUP
    • INTAN JAYA
    • SOSOK
Search
Reading: Palang, Ijin Kultural dan Investasi
Share
TIFFA NEWSTIFFA NEWS
Search
  • HOME
  • BERITA
  • OLAHRAGA
  • KAMTIBMAS
  • POLITIK
  • PPS
  • NUSANTARA
  • GALERI
  • OPINI
  • OTHERS
    • PUSTAKA
    • BUDAYA
    • EKONOMI
    • HANKAM
    • HAM
    • JEJAK
    • GAYA HIDUP
    • INTAN JAYA
    • SOSOK
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2022 RAKA for Tiffa Company. All Rights Reserved.
TIFFA NEWS > News > OPINI > Palang, Ijin Kultural dan Investasi
OPINI

Palang, Ijin Kultural dan Investasi

Last updated: 19/07/2023 - 04:18
By bungben
Share
Dr. Ahmad Kadir
SHARE

Oleh:  Dr. Ahmad Kadir

Pada suatu kesempatan membaca media komunikasi mainstream WhatsApp (WA), saya mendapatkan chat WhatsApp dari seorang kolega di Universitas Papua, yaitu  Agus Sumule.

Chat yang kemudian dimuat sebagai opini di media tiffanews berjudul “RLS dan Investasi” tersebut berupa tanggapan Agus Sumule terkait dengan pidato  Menteri Investasi  Bahlil Lahadalia yang  disertai dengan link beritanya (https://www.primarakyat.net/2023/07/15/menteri-bahlil-mau-investasi-kuncinya-hanya-satu-jangan-palang/).

Sebagai kolega yang baik dan teman diskusi,  Pak Agus Sumule memang sering sekali mengirimkan catatan-catatan kritisnya kepada saya melalui  WhatShap.

Salah satu tanggapan yang mungkin memantik  Agus Sumule berkomentar adalah peryataan Bapak Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, yang juga notabene adalah seorang yang dibesar dalam lingkaran Kebudayaan Papua.

Pak   Menteri Investasi/Kepala BKPM RI, Bahlil Lahadalia meminta masyarakat khususnya pemilik hak ulayat agar tidak menghalangi masuknya investasi di Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Kata Pak Menetri  “Kalau kita mau investasi kuncinya cuma satu, jangan main palang terus, ini saya kasitau baik-baik, sampai ayam tumbuh gigi, negeri ini kalau mau maju, katong pu (punya) hati harus baik,” ujar Menteri Bahlil.

Palang memang menjadi sebuah fenomena baru  yang mengiringi narasi perjalanan investor di Papua. Pak Menteri  menegaskan bahwa ada fenomena baru dalam kebudayaan  Papua yang dulunya tidak ada, yaitu fenomena “Palang”.

Menurut Agus Sumule, ada dua jawaban kenapa palang itu menjadi fenomena  baru  di Papua.  Pertama, karena yang melakukan pemalangan itu merasa/berpendapat mereka tidak memperoleh manfaat yang layak dari kehadiran suatu proyek – apalagi ketika mereka tahu bahwa proyek itu meraup untung besar.

Trending Now:  Nilai Demokratis Kepemimpinan Mantan PJ Bupati Intan Jaya Apolos Bagau

Jadi, menurut  Agus Sumule pemalangan bisa dipandang sebagai bentuk komunikasi non-verbal agar keprihatinan mereka diperhatikan oleh Pemerintah/pemerintah daerah dan investor.

Kedua, dan ini yang lebih penting, di dalam budaya Melanesia sesungguhnya tidak dikenal pengalihan/transfer hak atas tanah/lahan – termasuk sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.

Argumentasi Agus Sumule disertai dengan refrensi “Social and Cultural Aspects of Land Tenure” itu ditulis oleh Joel Bonnemaison (1944). Paling tidak dalam chapter tersebut dijelaskan bahwa tanah adalah bagian penting kehidupan umat manusia khususnya pada kebudayaan Melanesia.

Dalam banyak literatur antropologi tentang tanah di Papua, disebut bahwa tanah dianalogikan sebagai rahim seorang  ibu yang memberi jamin hidup pada umat manusia.

Hal terpenting dalam sistem kepemilikan tanah sebagai  hak ulayat (property right)  adalah larangan menjual dan hanya dapat dipinjamkan.

Berdasarkan kepemilikan ini, maka semua tanah yang akan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama baik untuk kalangan internal maupun untuk pihak luar, membutuhkan kesepakatan bersama dalam masyarakat hukum adat.

Untuk penggunaan tanah klen, diperlukan persetujuan antara tetua klen dengan anggota dalam masyarakat hukum adat. Pengakuan atas hak ulayat komunal ini selain dikukuhkan melalui pranata-pranata sosial yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam, juga dikukuhkan lewat kesepakatan dengan masyarakat-masyarakat pendukung hak ulayat lain yang ada di sekitar mereka.

Oleh karena itu, tanah adat juga milik abadi.  Theo van den Broek (1998)  mengemukakan konsep kelompok tidak meliputi mereka yang hidup sekarang saja, melainkan termasuk juga mereka yang saat ini belum lahir. Maka, tanah juga memiliki fungsi sebagai jaminan kelangsungan hidup kelompok.

Trending Now:  "Gereja untuk Papua": Menenun Damai, Merawat Kebinekaan dari Ujung Timur Indonesia

Dari argumen  antropologi (etnografi), tentang tanah-tanah di Papua, khususnya terkait dengan tanah adat,  dan fenomena “palang”, maka saya mencoba merenungkan beberapa argumentasi  yang mengakibatkan timbulanya masalah  “palang memalang” tersebut, khususnya  dengan kehadiran investasi di Papua, seperti yang digambarkan oleh Bapak Menteri  Investasi/ Kepala BKPM RI.

Kehadiran investor modal besar  secara masif  di Papua berdampak pada perubahan  besar  dalam kebudayaan Papua.  Arus investasi dengan modal besar tersebut terus  menyeret masyarakat tradisional Papua yang masih hidup dalam balutan ekonomi subsiten  ke dalam putaran ekonomi global.

Maka terjadi lompatan peradaban manusia dari masyarakat berburu-meramu ke ekonomi pasar yang kapitalistik.  Dan pastinya, investasi bermodal besar tersebut   mengokupasi tanah-tanah adat dan mengakibatkan tergerusnya jati diri pemilik tanah.

Kehadiran investasi  modal besar, seperti Genting Oil dan LNG Tangguh di Teluk Bintuni yang sudah berlangsung selama  kurang lebih 3 atau 4 dekade yang lalu , dan   rencana pembanguan pabrik Pupuk Kimia oleh PT Pupuk Kaltim, serta pembangunan  smelter Freeport  yang rencana dibangun di Fakfak akan menabah deretan panjang investasi  modal besar, bertubi-tubi mendera tanah dan penghuninya. Berita tersebut disampaikan Wakil Presiden RI dan rombongan ketika berkunjung ke Fakfak baru baru ini.

Investasi besar besaran menyodorkan pemandangan kemewahan yang kapitalistik, seperti bangunan fisik. tapi  terkadang kita lalai menghadirkan bangunan bangunan  peradaban seperti  sekolah modern, universitas berkelas dunia, asrama Pendidikan, rumah sakit modern,  toko buku, dan perpustakaan.

Trending Now:  RLS dan Investasi

Ijin Kultural

Kegalauan budaya yang dihadapi masyarakat tradisional Papua ketika berhadapan dengan investasi  bermodal besar, biasanya akan direspon dengan  cara baru yaitu “palang”.

Saya setuju dengan ulasan Agus Sumule, palang adalah bentuk lain dari  komunikasi non-verbal  untuk mendapatkan akses pada investasi modal yang sedang berlangsung di wilayah hak ulayat mereka.

Namun ada persoalan kultural yang  terlupakan oleh para investor yaitu soal “ijin kultural”, sehingga memunculkan  “pemalangan”,

Untuk persoalan tersebut, sejatinya pemahaman aspek sosial budaya melalui ijin kultural pada pemilik hak ulayat, menjadi kewajiban moral bagi investor.  Sebagaimana dalam  hampir semua kebudayaan Melanesia, sebelum  menggunakan tanah untuk kepentingan ekonomi seperti berkebun dan lain-lain, harus dilakukan ritual persembahan kepada kekuatan adikodrati.

Hewan kurban dipersembahkan kepada arwah para leluhur yang menguasai tanah adat, pemberi persembahan mendapat izin untuk mengolah tanah tersebut.

Dalam ijin kultural ini diyakini terdapat kekuatan gaib yang dapat menghubungkan manusia yang masih hidup dengan para leluhur. Pada ranah kegaiban ini terdapat daya supranatural yang bisa mengintervensi kehidupan nyata manusia. Pemberian sesaji sebelum memulai suatu kegiatan menjadi suatu kewajiban komunal dan tanah adalah milik abadi.

Mendapatkan ijin kultural  dari pemilik yang tanahnya akan diokupasi akan dapat  mengurai fenomena “palang”. (Bersambung)

 

Dr. Akhmad Kadir, Antropolog Universitas Cenderawasih

 

You Might Also Like

“Gereja untuk Papua”: Menenun Damai, Merawat Kebinekaan dari Ujung Timur Indonesia

Cara Pemilihan Paus -Konklav

Menanti Rektor Baru Universitas Musamus: Harapan atas Kepemimpinan yang Progresif dan Kontekstual

Bekerja dan Berkebun Cara Menjaga Warisan Alam Papua

TAGGED: Agus Sumule, Antropologi Papua, Bahlil Lahadalia, Dr Ahmad Kadir, Investasi Papua, LNG Tangguh, PT Pupuk Kaltim
bungben 19/07/2023
Share this Article
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Telegram Email Print
What do you think?
Love0
Sad0
Happy1
Sleepy0
Angry0
Dead0
Wink0
Previous Article Gelar Pawai Obor dan Kirab, Umat Islam Merauke Meriahkan Tahun Baru Hijriah
Next Article Ikatan Keluarga Besar Aru Merauke Gelar Rapat Besar Pererat Persatuan
Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow US

Find US on Social Medias
Facebook Like
Twitter Follow
Youtube Subscribe
Telegram Follow
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
newsletter featurednewsletter featured

Weekly Newsletter

Kirim Email Anda agar bisa kami infokan berita pilihan terpopuler

Popular News
BERITA

Penanggungjawab Bunda PAUD Papua Selatan Datangi Reskrim Polres Merauke

By Ronny Tiffa News 3 days ago
Freeport dan KLH Percepat Program Nasional Rehabilitasi Mangrove di Kalsel
PTFI dan YPMAK Serahkan Bantuan untuk Warga Tsinga yang Terdampak Longsor
Rehab Rumah Warga di Wanam Kab. Merauke Capai 40 Persen, Libatkan Personel Militer dan Masyarakat
KWI Dorong Kader Katolik Berkualitas untuk Indonesia Emas 2045

SUARNEWS.COM

about us

We influence 20 million users and is the number one business and technology news network on the planet.

  • BERITA
  • PON XX 2021
  • GALERI
  • KAMTIBMAS
  • NUSANTARA
  • PUSTAKA
  • GAYA HIDUP
  • JEJAK
  • SUARNEWS
  • INTAN JAYA
  • Susunan Redaksi
  • Tentang Kami
  • Contact
  • Privacy Policy
  • Disclaimer

Find Us on Socials

© TIFFANews Network. RAKA GENDIS.id Company. All Rights Reserved. Suar News

Removed from reading list

Undo
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?