TIFFA NEWSTIFFA NEWS
  • HOME
  • BERITA
  • OLAHRAGA
  • KAMTIBMAS
  • POLITIK
  • PPS
  • NUSANTARA
  • PON XX 2021
  • GALERI
  • OPINI
  • OTHERS
    • PUSTAKA
    • BUDAYA
    • EKONOMI
    • HANKAM
    • HAM
    • JEJAK
    • GAYA HIDUP
    • INTAN JAYA
    • SOSOK
Search
Reading: Mencermati (Lagi) Gonjang-Ganjing Sayembara Logo Provinsi Papua Selatan
Share
TIFFA NEWSTIFFA NEWS
Search
  • HOME
  • BERITA
  • OLAHRAGA
  • KAMTIBMAS
  • POLITIK
  • PPS
  • NUSANTARA
  • PON XX 2021
  • GALERI
  • OPINI
  • OTHERS
    • PUSTAKA
    • BUDAYA
    • EKONOMI
    • HANKAM
    • HAM
    • JEJAK
    • GAYA HIDUP
    • INTAN JAYA
    • SOSOK
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2022 RAKA for Tiffa Company. All Rights Reserved.
TIFFA NEWS > News > OPINI > Mencermati (Lagi) Gonjang-Ganjing Sayembara Logo Provinsi Papua Selatan
OPINI

Mencermati (Lagi) Gonjang-Ganjing Sayembara Logo Provinsi Papua Selatan

Last updated: 01/05/2023 - 10:34
By bungben
Share
Peter Tukan
SHARE

Oleh:Peter Tukan*

 

PERIBAHASA yang diwariskan para leluhur kita sangatlah banyak dan salah satu di antaranya adalah: “Tong kosong  nyaring bunyinya – orang bodoh banyak bicaranya (sok tahu)” disusul lagi dengan ungkapan  lain, “ dia hanya tahu satu – bicara seribu; sedangkan orang lain,  “tahu seribu – bicara satu”.

Ungkapan lain yang kita temui di dalam pergaulan setiap hari adalah:”setiap masa  – ada orangnya, setiap orang ada masanya atau every time there is a person, every person has a time!”

Sayembara Logo PPS

GONJANG-ganjing –  debat kusir, polemik, kritik konstruktif maupun destruktif  seputar  sayembara logo Provinsi Papua Selatan (PPS) telah merebak  di banyak media dan berviral di  media sosial (medsos), sejak diumumkan penyelenggaraan sayembara tersebut, hingga berakhirnya perlombaan itu dengan lahirnya pengumuman resmi para pemenang sayembara oleh Panitia Seyambara.

Dalam batas-batas tertentu, perdebatan dan diskusi itu  merupakan sebuah kemustahilan di alam demokrasi zaman ini namun, tidak semua yang “nimbrung” berdiskusi,  dan berpolemik di media online, media arus utama dan media social itu adalah pribadi-pribadi  unggul yang memiliki  kedewasaan dan kematangan pribadi  dilandasi  hikmah-kebijaksaaan dan tata krama ( sopan-santun)  ketimuran;  serta  ditopang  oleh  pilar-pilar   kecendikiawanan (intelektualitas) yang mumpuni.

Media dan media social dimanfaatkan bukan untuk menyuarakan hal-hal positif dan konstruktif demi  kebaikan umum (bonum commune) , tetapi sebaliknya,  media  dijadikan tempat (wahana) untuk menyampaikan “pesan-pesan sponsor politik destruktif”, melampiaskan kekecewaan pribadi dan kelompok, atau juga  media dijadikan sarana untuk  memaksakan kehendak, sekaligus secara amat vulgar menelanjangi kebodohan diri  sendiri di ranah publik.

Logo : Simbol dan Tanda Bermakna

KETIKA seseorang dengan tekun menciptakan logo (logo adalah unsur grafis yang meliputi huruf bergambar) maka dia dengan serta merta menampilkan simbol dan tanda yang sarat makna.

Seingat penulis, pada sekitar 40 tahun yang lalu, seorang  ahli di bidang tanda dan simbol, Dr.Nikolaus Hayon,SVD mengatakan,   Origenes (184/5-253/4) adalah orang yang pertama berusaha menyingkapkan arti tanda. Origenes melihat tanda sebagai sesuatu yang bukan saja dapat ditangkap oleh pancaindera manusia, melainkan juga yang dapat menyatakan atau menunjuk kepada sesuatu yang lain. Demikian juga St.Agustinus (354-430)  menyatakan bahwa tanda adalah sesuatu yang bukan saja dapat diterima oleh pancaindera manusia, melainkan juga yang mewakili sesuatu yang lain. Dengan pengertian ini, kita lantas mengartikan tanda sebagai sarana yang menyatakan, menunjukkan atau mewakili sesuatu yang lain.

Misalnya, dengan melihat jejak kaki seekor binatang, kita tahu bahwa ada binatang tertentu yang telah melewati tempat itu. Jejak kaki bukan saja tanda yang dapat dilihat, melainkan juga menunjukkan sesuatu yang lain, yakni binatang. Dengan melihat asap, kita tahu bahwa pasti ada api. Asap bukan saja dapat dilihat, tetapi juga mewakili sesuatu yang lain yakni api. Dengan mendengar suara seekor binatang, kita bisa mengenal perasaan binatang itu.  Suara seeokor binatang bukan saja dapat ditangkap dengan telinga, melainkan juga ia memberitahukan tentang sesuatu yang lain yakni bahwa seekor binatang sedang menderita atau sedang bergembira. Selanjutnya dengan melihat lampu merah pada lalu-lintas, kita tahu bahwa itu merupakan tanda larangan menyeberangi jalan. Lampu merah bukan saja dapat kita lihat, melainkan juga menyatakan: jangan menyeberang jalan!

Jadi, semua tanda mempunyai fungsi sebagai juru tunjuk, dan sebagai pembawa kabar. Tanda juga berfungsi mengajar.

Sebaliknya, simbol (syn-bolein)  berarti menghubungkan kembali atau mempersatukan kembali dan menjadi tanda pengenalan kembali.

Nikolaus Hayon bercerita, pada jaman kuno ada satu kebiasaan. Jika seorang anak mau bepergian, sang ayah membelah sebuah dadu atau cincin atau papan menjadi dua bagian. Yang sebelah diberikannya kepada anaknya dan yang  sebelahnya lagi dikirimnya kepada keluarga yang akan dikunjungi atau didatangi oleh anak itu. Untuk membuktikan bahwa dialah orang yang dinantikan, maka dua belahan tadi dihubungkan (symbalein). Jia cocok, maka menjadi jelaslah bahwa dialah orang yang sudah dinanti-nantikan kedatangannya.

Trending Now:  Masalah yang Terjadi di Intan Jaya Hanya karena Kekurangan Armada

Jadi Simbol berasal dari kata Yunani “symbalein” berarti menghubungkan kembali atau mempersatukan kembali dan menjadi tanda pengenalan kembali.

Nikolaus Hayon menandaskan bahwa arti simbol terletak dalam kenyataan bahwa ia mengungkapkan suatu kebenaran yang tersembunyi. Ia mewakili suatu realitas spiritual. Dapat juga kita katakana, simbol merupakan tanda yang menyatakan suatu kebenaran yang tidak tampak.

Camkanlah baik-baik bahwa tanda hanya memberikan informasi. Tiap simbol dapat disebut tanda, tetapi tiap tanda tidak dapat disebut simbol. Demikian asap tidak bisa disebut simbol api. Masuk akal jika dikatakan bahwa asap adalah tanda dari api.

 

Posisi JGG : Bapa Bagi Semua Kaumnya- Gembala Tradisi – Nabi Masa depan

Terkait dengan sayembara logo PPS, kita mengetahui bersama bahwa tokoh besar masyararakat adat  wilayah adat Anim-Ha, Drs John Gluba Gebze telah bersuara  menyampaikan pikiran dan gagasannya  disertai usul-saran konstruktif agar logo PPS tersebut menampakkan arti dan makna yang sebenarnya  dari sebuah tanda dan simbol   masyarakat adat  dan wilayah adat  di Selatan Tanah Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Fakta membuktikan bahwa masyarakat adat di Selatan Tanah Papua sangat menyadari bahwa sejak dulu, sekarang  maupun akan datatang, mereka tidak hidup sendirian- No man is an Island.

John Gluba Gebze (JGG)  justru berada pada posisi ini. Beliau sudah benar-benar menampatkan dirinya pada tempat dan waktu yang tepat yaitu sebagai seorang “Bapa bagi kaumnya” yaitu : kaum adatnya  di tanah Malind dan kaum Nusantara yang telah kawin-mawin,  beranak-pinak di Tanah Malind.

Ketika seorang JGG yang adalah “Bapa bagi kaumnya”  tampil berbicara di ranah publik,  terbersit juga wajah kecendekiawanannya. Dia seorang cendekiawan besar di Tanah Selatan Papua, sembari memberikan kritik konstruktif (yang tentu saja dengan caranya  yang khas dalam berbahasa).  Dia juga mengakui bahwa, semua proses sayembara logo PPS   diserahkan kepada wawenang Panitia Sayembara. Inilah sikap dan posisi  yang tepat dan benar dari seorang  JGG yang adalah juga seorang cendekiawan besar di Tanah Selatan Papua.

Saya mengutip pernyataannya yang disiarkan di media online RMOL: ”Namun ia tidak keberatan sekali terkait hal itu, karena hal tersebut semuanya murni kebijakan panitia ( Berita RMOL Papua seputar sayembara logo PPS -Laporan RMOL Network pada Kamis,20 April 2023,Pkl.22.16.)

Trending Now:  "Menjaga Ras" atau Menebar Diskriminasi? Fenomena Pembatasan Perkawinan Antar Ras di Papua

Apa makna pernyataan JGG itu? Jawabannya adalah:  pernyataan JGG bermakna bahwa  memang sudah waktunya proses sayembara tersebut diserahkan kepada Panitia Sayembara yang adalah orang-orang muda hasil didikan dan binaannya semasa dia masih memimpin Kabupaten Merauke yang wilayah pemerintahannya  adalah  wilayah Provinsi Papua Selatan hari ini  selama periode 2001-2010.

Dengan segala kelebihan dan keterbatasan, pantia lomba logo PPS yang adalah anak-anak kesayangannya dan  kader-kadernya tempo doeloe itu sudah bekerja!

Jika semua anggota Panitia Lomba Logo PPS adalah kader-kadernya JGG yang hari ini berada dalam lingkup birokrasi pemerintahan Provinsi Papua Selatan maka,  suara kritik konstruktif dari JGG kepada panitia sayembara adalah suara kenabian seorang “Bapa bagi kaumnya” sembari menyadari ungkapan ini: ”setiap masa  – ada orangnya, setiap orang ada masanya – every time there is a person, every person has a time!”

Sulit bagi pihak-pihak lain untuk mengadu-domba antara Panitia sayembara dengan Bapak JGG untuk sebuah kepentingan politik  instant dan murahan. Panitia sayambera adalah anak-anak asuh  JGG masa lalu dan JGG hari ini  adalah “Bapak bagi kaumnya”.

Posisi JGG pada konteks sayamberaa ini adalah sebagai “Bapak bagi kaumnya” yang di atas pundaknya terpikul marwah dari tanda dan simbol PPS yang harus memiliki makna yang mendalam, bermakna kultural dan spiritual karena memang,  bagaimanapun juga tanda dan simbol itu sendiri bermakna kultural dan spiritual.

Pada titik ini, JGG  adalah “Bapak bagi kaumnya – Gembala Tradisi  dan Nabi Masa Depan”  di Selatan Tanah Papua. Itu berarti, dia adalah gembala yang mambawa dan menuntun  masyarakat adat  dalam tradisi dan budaya  Selatan Tanah Papua  sekaligu nabi yang memberikan kritik konstruktif sekaligus meramalkan masa depan masyarakat di Selatan Tanah Papua.

Suara Cendekiawan

KETIKA  sedang berlangsung dan pasca pelaksanaan lomba logo PPS, banyak pihak bersuara di berbagai media, baik media massa arus utama, media online maupun media social (medsos) seperti facebook, Instagram,dan sebagainya, termasuk para  Sarjana dan Cendekiawan, baik yang berkarya di lembaga eksekutif, legislative, lembaga masyarakat adat, perusahaan bisnis, organisasi kemasyarakatan maupun di lembaga perguruan tinggi (dosen).

Patut dicatat baik-baik bahwa, banyak orang menamatkan studi di Perguruan Tinggi tetapi mereka tidak berhasil menjadi cendekiawan. Mereka hanya menjadi seorang sarjana yang (mungkin) sangat ahli dalam bidang studinya, seperti bidang studi ilmu hukum. Di sisi lain, terdapat cukup banyak orang, yang walaupun tidak belajar di perguruan tinggi atau tidak menamatkan studi sebagai sarjana, tetapi mereka tampil dalam masyarakat sebagai cendekiawan.

Pendapat dan saran mereka tentang solusi persoalan dalam masyarakat (seperti sayembara logo) diterima oleh banyak orang.  Kita tentu berharap agar banyak orang berhasil menjadi sarjana (seperti sarjana hukum dan selanjutnya   mengajar di perguruan tingg) sekaligus  dia juga berhasil  muncul sebagai cendekiawan di dalam lingkungannnya.

Trending Now:  Bagaimana Mempercepat Terciptanya Kebajikan di Papua ? (Sebuah Perenungan)

Syed Hussein Alatas mengatakan, pengetahuan mengenai suatu pokok permasalahan tertentu atau memiliki suatu gelar tertentu (seperti gelar Sarjana Hukum) belumlah membuat orang itu menjadi cendekiaean (intelektual) walaupun hal ini sering kali berdampingan; banyak didapat para pemegang gelar dan professor yang tidak memusatkan diri untuk mengenbangkan bidang mereka atau berusaha menentukan pemecahan atas masa tertentu di bidangnya.

Sebaliknya, orang yang tanpa kualifikasi akademis dapat menjadi seorang intelektual (cedekiawan) apabila ia memanfaatkan kemampuan berpikirnya dan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pokok bahasan yang diminatinya. Filsuf Inggris, Herbert Spencer, tidak mempunyai kualifikasi akademis tetapi dialah salah seorang intelektual terkemuka pada zamanya. (Intelektual Masyarakat Berkembang, hal 12-13).

Syed Hussein Alatas  selanjunya mengatakan bahwa banyak harapan yang diletakkan di atas pundak kaum cendekiawan (intelektual),  antara lain, diharapkan cendekiawan itu mampu menilai suatu masalah secara kontekstual, mendalam dan sinambung.

Cendekiawan harus mampu melihat pohon-pohon dan sekaligus hutannya pula. Cendekiawan harus memiliki kehalusan pekerti (tahu sopan-santun dalam berbiacar dan menulis menuangkan buah  pikirannya) dan sadar akan keterbatasannya.

Kembali ke lomba logo PPS, terlihat dan terbaca serta terdengar banyak Sarjana nimbrung berdebat, berdiskusi dan memberikan kritik konstruktif maupun destruktif atas penyelenggaraan dan hasil sayembara logo PPS itu, tetapi realitas membuktikan bahwa para Sarjana yang melakukan atau terlibat diskusi dan debat itu, bukanlah seorang cendekiawan.

Ada Sarjana (contoh Sarjana Hukum) yang berkoar-koar memberikan kritik destruktif dan berdebat kusir tentang sayembara logo PPS, tetapi ternyata dia bukan Cendekiawan. Mengapa?  Karena dia tidak berhasil memenuhi harapan bagi seorang cendekiawan yaitu: dia kurang (malahan tidak)  memiliki kehalusan pekerti – tidak tahu sopan-santun dalam berbicara dan/atau  menulis – menuangkan buah  pikirannya  dan dia sendiri  tidak sadar akan keterbatasannya.

Sarjana yang disebut terakhir inilah yang oleh papatah tua mengatakan:”Tong kosong nyaring bunyinya. Tahu satu- bicara seribu”.

Penutup

KITA  patut menegaskan:  Tidak perlu sembunyikan bahwa hasil sayembara logo PPS ini belum memenuhi semua harapan. Belum juga sempurna. Banyak saran dan harapan belum juga dapat tertampung dan dipenuhi. Semua ini butuh perbaikan dan penyempurnaan di masa yang akan datang. Hidup ini berproses-tidak sekali jadi. Tetapi, menyampaikan usul-saran dan kritik kepada panitia lomba secara santun, adil, beradab dan bertanggungjawab  merupakan sebuah kemustahilan!

Tak ada gading yang tak retak; tak ada pula mawar tanpa duri. Jauh berjalan banyak dilihat- lama hidup banyak dirasakan!

Logo PPS hasil sayembara ini sekali-kali  tidak membebaskan kita semua dari kewajiban untuk saling mengoreksi secara etis dan saling menyempurnakan dalam semangat persaudaraan sejati,  sembari terus-menerus  mencari “Kehendak Tuhan Sang Pencipta langit dan bumi”   serta  terus berupaya memenuhi  harapan  para penggagas lahirnya PPS  dan  tekun  menjaga dan melestarikan   warisan   leluhur  di Selatan Tanah  Papua yang termaktub di dalam logo (tanda dan simbol)  penuh makna

*Peter Tukan: Wartawan, Mantan Kepala Biro  Lembaga Kantor Berta Nasional (LKBN) ANTARA Papua.

 

You Might Also Like

“Gereja untuk Papua”: Menenun Damai, Merawat Kebinekaan dari Ujung Timur Indonesia

Cara Pemilihan Paus -Konklav

Menanti Rektor Baru Universitas Musamus: Harapan atas Kepemimpinan yang Progresif dan Kontekstual

Bekerja dan Berkebun Cara Menjaga Warisan Alam Papua

bungben 01/05/2023
Share this Article
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Telegram Email Print
What do you think?
Love0
Sad0
Happy0
Sleepy0
Angry0
Dead0
Wink0
Previous Article Dandim 1709/Yawa Hadiri Pembukaan Sail Teluk Cenderawasih di Waropen
Next Article Pj Bupati Intan Jaya Ikut Tandatangani Prasasti Peringatan Hari Otda Ke-27 di Makassar
Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow US

Find US on Social Medias
Facebook Like
Twitter Follow
Youtube Subscribe
Telegram Follow
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
newsletter featurednewsletter featured

Weekly Newsletter

Kirim Email Anda agar bisa kami infokan berita pilihan terpopuler

Popular News
BERITAPPS

100 Hari Kerja Bupati Merauke! Rumah DP 0 Rupiah untuk ASN, TNI-Polri, dan Warga Resmi Diluncurkan

By Ronny Tiffa News 23 hours ago
Dana Rp270 Juta per Mahasiswa Papua Selatan di AS, Gubernur: Ada yang Hanya Terima Rp2,4 Juta!
Audiensi Solidaritas Pencari Kerja OAP Papua Selatan dengan Wagub Imadawa: Tuntut Kejelasan Hasil CPNS 2024
Komisaris PT Arya Nusantara: 200 Rumah Murah Segera Dibangun, Warga Sudah Bisa Mendaftar!
Seleksi Sekda Papsel Belum Selesai, Katarina Yaas : Kami Ingatkan Sekali Lagi, Harus OAP Selatan !

SUARNEWS.COM

about us

We influence 20 million users and is the number one business and technology news network on the planet.

  • BERITA
  • PON XX 2021
  • GALERI
  • KAMTIBMAS
  • NUSANTARA
  • PUSTAKA
  • GAYA HIDUP
  • JEJAK
  • SUARNEWS
  • INTAN JAYA
  • Susunan Redaksi
  • Tentang Kami
  • Contact
  • Privacy Policy
  • Disclaimer

Find Us on Socials

© TIFFANews Network. RAKA GENDIS.id Company. All Rights Reserved. Suar News

Removed from reading list

Undo
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?